The Biggest Little Farm: Kala Hidup (Mustinya) Bisa Seseimbang Itu
Forces of Nature
Menonton film ini membuat kami bertobat, menyadari kesalahan pola pikir tentang pertanian dan lingkungan. Bukan hanya soal bibit apa, pupuk apa, pestisida apa, namun dunia tanam menanam mengakar jauh dalam filosofi dan sistem yang kompleks. Awalnya saya kira tanaman yang ditata di tanah akan serta merta hidup, yang penting dipupuk. Ternyata tidak sesederhana itu!
Film ini memberi insight bagaimana hama merupakan bagian dari ekosistem. Hama merajalela menandakan ada mata rantai yang putus, ada sistem yang tidak berjalan. Hama merupakan bagian dari keseimbangan. Namun untuk menuju titik keseimbangan ini butuh proses panjang, air mata, dan harapan.
Film produksi LD Entertainment - FarmLore Film - Impact Partner - Artemis Rising Foundation ini berdurasi 92 menit. Film dokumenter ini mendapat banyak penghargaan, di antaranya dari Palm Spring International Film Festival, Toronto Film Festival, Sundance Film Festival, American Film Institute, dll. Rotten tomato bahkan memberi nilai 91%.
Penonton akan disuguhkan gambar nature yang indah dan apik serta terbawa pada kehangatan keluarga farm. Ema, si induk babi melahirkan 14 babi mungil. Ayam dan itik yang berlari bahagia. Domba, banteng, burung hantu, hingga Tod si anjing yang menjadi aktor dari film ini tampak menggemaskan.
Namun film dokumenter ini segmented. Bagi yang tidak memiliki ketertarikan pada isu lingkungan, mungkin akan bosan. Saya betah menontonnya karena ingin tahu step-step merubah dan membentuk ekosistem baru.
Terima Kasih The Biggest Little Farm, pekerjaan rumah kami masih banyak. Cara pandang kami akan hama berubah, meski kami ingin agar mereka tak menyerang tanaman. Jadi ya gunakan pestisida nabati dan cara manual, sebelum menemukan predatornya.
Lihatlah ulat-ulat sedang mengunyah daun anggur dan daun jeruk di halaman depan. Burung gereja mulai berdatangan di halaman belakang. Aneka mikorganisme tanah sedang melakukan tugasnya. Ahh...