Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331
Apakah Mendidik Bila Memberi Sedekah Pengemis ?
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman: "Mereka bertanya kepada engkau tentang apa yang mereka infakkan, Jawablah! Apa saja harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui" Al-Baqarah (2):215.
Pada umumnya umat Islam mengalami
perasaan dilematis bersedekah kepada pengemis yang masih sehat. Niatnya ingin membantu mereka yang kurang beruntung tapi di lain sisi muncul uneg-uneg dalam hati serta teringat adanya pengemis terorganisir oleh kelompok tertentu. Maka hilanglah keihlasan.
Pengemis yang terorganisir itu, bukan karena miskin, tapi mereka jadikan sebagai mata pencaharian dan umumnya mereka dalam kondisi sehat. Ada anak-anak, perempuan hamil atau membawa bayi, berpura-pura sakit dan beberapa kelompok berkedok pelajar atau mahasiswa.
Bahkan ditemukan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang melakukan penipuan dengan menggugah rasa iba masyarakat untuk diberi sedekah. Nampak kelihatan pengemis asli atau pengemis yang sakit atau tubuh tidak sempurna, mereka ini biasanya pengemis perorangan.
Selain untuk meraih ganjaran pahala, bersedekah tentunya juga dari panggilan hati. Namun ada yang perlu kita waspadai ketika akan memberi sedekah pada pengemis atau gelandangan yang ada di jalanan. Itu karena akan berpotensi menambah semangat atau motivasi masyarakat menjadi malas bekerja.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:"Engkau menyingkirkan batu, duri atau tulang dari jalan termasuk sedekah." (HR. Imam Tirmidzi).
Bersedekah pada pengemis di perempatan jalan. Khususnya di ibu kota Jakarta, sesungguhnya bukannya membawa kebaikan dan manfaat atau barakah, tapi justru bisa membuat si pemberi melanggar Pasal 40 (c) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2008 tentang Ketertiban Umum Jakarta.
Perda tentang Ketertiban Umum itu bahkan ditegaskan larangan memberi kepada pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Ancaman hukumannya adalah denda maksimal Rp. 2 juta atau kurungan maksimal 60 hari.
Sejalan dengan perda tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta yang didukung oleh MUI Pusat, telah mengeluarkan "fatwa haram" atas segala aktivitas yang menganggu ketertiban seperti mengemis, berdagang asongan, mengelap mobil atau memberi uang di jalan raya.
Aktivitas mengemis ini haram dan dilarang oleh agama karena didominasi unsur negatif. Berpotensi merugikan banyak orang dan menimbulkan kerawanan. Apapun alasannya, memberi uang kepada peminta-minta atau pengemis itu tidak dibenarkan. Tidak hanya yang menerima saja, tapi yang memberi juga masuk sebagai pelanggar hukum.