Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.
Sejarah Tradisi Mudik, dari Zaman Majapahit hingga Masa Pandemi
Sejak Kamis (28/4/2022), saat Dishub (Dinas Perhubungan) memulai program Mudik Gratis 2022, ada kawan sudah woro-woro akan hal ini beberapa hari sebelumnya. Senang banget sepertinya ketika menceritakan hal ini. Sebab sudah dua tahun terakhir tak bisa melakukan ritual tahunan akibat aturan pemerintah. Hal yang bisa dimaklumi, demi kesehatan dan keselamatan bersama.
Walaupun tradisi mudik kini terkait dengan datangnya lebaran, namun sesungguhnya fenomena ini sudah menjadi milik bersama warga bangsa. Ada di antara mereka yang tak ikut lebaran sekalipun, juga bisa ikut melakukannya. Karena libur panjangnya juga terjadi pada saat-saat seperti ini.
Sejarah Panjang
Tulisan ini bukan reportase mudik 2022 yang ada di lapangan. Tapi mencoba menelisik sejarah panjang dari mudik itu sendiri.
Dari sumber sejarah yang bisa dilacak, asal mula mudik ditengarai sudah dimulai sejak zaman kerajaan Majapahit berkuasa. Saat itu ada aturan penempatan pejabat kerajaan di berbagai daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit.
Ya, hal itu bisa dimaklumi karena mengingat keluasan wilayahnya yang bisa sampai ke Srilangka dan Semenanjung Malaya. Pada waktu-waktu tertentu, pejabat itu pulang untuk bertemu raja dan kembali ke kampung halamannya masing-masing.
Pada masa yang sama ini, mudik juga banyak dilakukan oleh petani di tanah Jawa. Mereka punya kebiasaan pulang ke kampung halaman. Di situ mereka membersihkan makam leluhurnya. Istilah sekarang "ziarah kubur".
Pada masa pasca kemerdekaan, ketika ibukota Jakarta giat membangun, banyak masyarakat yang berasal dari daerah pergi ke sana. Para pendatang itu, setelah beberapa tahun tinggal menetap, berkeinginan untuk kembali pulang ke tempat asalnya masing-masing. Lantas, muncullah fenomena pulang kampung bersama-sama. Secara massal dilakukan oleh para pekerja di ibukota.
Melihat hal itu, di tahun 1960-an, jalur kereta api peninggalan Belanda akhirnya dihidupkan kembali. Tujuannya untuk memudahkan warga pendatang bisa pulang ke tempat asalnya.