hendra setiawan
hendra setiawan Freelancer

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Tradisi Unjung-Unjung Lebaran, Hari Pendidikan dan Momentum Kembalinya Kebersamaan

2 Mei 2022   19:30 Diperbarui: 2 Mei 2022   19:39 1534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Unjung-Unjung Lebaran, Hari Pendidikan dan Momentum Kembalinya Kebersamaan
Saling berkunjung di hari lebaran, tradisi yang baik (foto: Shutterstock)

Hari raya Idul Fitri 1443 H atau Lebaran, jatuh pada hari Senin ini, 2 Mei 2022. Tentu ini bukan kebetulan semata.

Menengok masa lalu semasa masih sekolah. Hari Senin pagi sebelum pelajaran pertama dimulai pada pekan itu, ada tradisi upacara bendera. Tujuannya adalah menumbuhkan rasa nasionalisme anak bangsa.

Lalu tanggal 2 Mei ini, bersamaan juga ada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Penetapan ini umurnya amat tua. Lahir berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur.

Nah, apa kaitan lebaran dengan hardiknas ini? Kaitan langsungnya memang tidak ada. Namun esensi dari masing-masing peringatan hari besar ini bisa diambil semangatnya.

Maklumlah, sebagaimana sudah jadi rahasia umum. Politik identitas kita khususnya dalam hal keagamaan pada satu sisi justru menjadikan keretakan. Orang menjadi makin eksklusif. Dalih ayat suci justru menawarkan kenyamanan hidup dalam sekat-sekat kecil. Terbatas, dan jangan bergaul dengan mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda. Dosa, syirik.

Pendidikan karakter, pendidikan kebangsaan. Pada momen lebaran, ini bisa dipakai kembali untuk memperkuat jatidiri bangsa.

Lebaran, Momen Penyatuan 

Tahun 2022 ini, tradisi unjung-unjung (bhs. Jawa, artinya berkunjung) ke rumah tetangga dalam satu kampung mulai bergairah lagi. Setelah dua tahun belakangan hilang karena imbas pandemi Covid-19.

Di kampung tempat tinggal saya, memang masih ada walau tak sesemarak masa lalu. Maklumlah sudah banyak generasi sepuh (orang tua) yang sudah tiada. Berganti ke generasi baru.

Ditambah, ada juga warga yang memilih mudik ke luar kota dulu. Jadi suasana di kampung agak sepi. Jadi tradisi itu bisa dilakukan setelah "H+" ke sekian. Tapi sifatnya jadi tentatif. Tidak lagi berombongan, keluar bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun