hernawati kusuma
hernawati kusuma Administrasi

ibu yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Setia Sampai Surga

2 Juni 2019   22:56 Diperbarui: 2 Juni 2019   23:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setia Sampai Surga
Pake Mae--setia sampai surga (dokpri)

Ketika saya menulis ini saya sedang otw Lamongan. Kabupaten yang baru saja merayakan 450 tahun usianya. Lamongan menjadi destinasi mudik saya sejak tahun 2001. Ternyata jodoh saya-- yang dituliskan Allah di lauh mahfuz berasal dari desa. Sekitar 50 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan.

Kalau dihitung-hitung sudah 18 kali saya mudik Hari Raya. Di luar itu tentu lebih dari 18 kali. Bisa jadi karena sebab menyenangkan seperti ada undangan pernikahan, khitanan, ziarah haji, dan pindah rumah.  Atau karena hal-hal yang mewajibkan empati seperti menjenguk saudara sakit, takziah, dan sebagainya.  

Jarak Surabaya-Lamongan tidak terlalu jauh. Moda transportasi yang bisa digunakan pun cukup beragam. Saya pernah mengalami mudik bersepeda motor, naik bis, dan mobil pribadi. Hanya Kereta Api yang belum pernah saya coba.

Kalau ditanya suka duka mudik, sepertinya lebih banyak suka dibanding duka. 

Pertama, senang karena bertemu dengan orang tua. Mereka pasangan romantis. S3--setia sampai surga.  Saya senang menyaksikan romantisme mereka di usia senja. Dalam hati saya berdoa semoga saya dan suami bisa mewarisi romantisme yang sama. Foto di atas salah satunya. Membuat ketupat berdua. 

Ibu mertua-saya memanggilnya Make--orangnya penyabar. Bapak mertua--saya memanggilnya Pake-- orangnya lucu. Anak-anak saya memanggilnya Pak Embah. Beliau lucu sekali. Sering memberi teka-teki tidak saja pada cucu-cucunya tapi juga kepada menantunya. Termasuk saya.  Selain itu, senang mengecek mengajinya anak-anak. Hafalan anak-anak pun tidak luput dari pertanyaannya. 

Kedua, senang bertemu dengan keluarga besar. Silaturrahim yang langka. Apalagi jika semua saudara berkumpul. Suami sebelas bersaudara. Laki-laki semua. Yang menetap di desa hanya dua saudara. Sisanya merantau. Momen hari raya saat-saat mengenalkan anak-anak pada kerabatnya. 

Ketiga, anak-anak bisa bermain sepuasnya. Desa adalah sekolah alam. Suami biasa mengajak anak-anak ke sawah, ladang, tambak. Memancing di tambak adalah favorit mereka. Bungsu saya melompat-lompat kegirangan saat kailnya menangkap ikan. 

Memancing di tambak kerabat (dokpri)
Memancing di tambak kerabat (dokpri)
Selain memancing, anak-anak suka mandi di bawah pompa air di sawah. Badan belepotan lumpur. Keceriaan yang tidak dibuat-buat. Alami.

Ketika sedang panen cabe, anak-anak pun dilibatkan. Begitu juga saat pohon mangga mulai masak. Mereka memetik buah tersebut langsung  dari pohonnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun