Syawalan Trah: Pemersatu Keluarga
Apa yang menarik dari perayaan Idul Fitri? Tentu saja kemeriahan mudik, kekhusyukan salat di lapangan terbuka, sungkeman, menikmati gurihnya opor ayam bersama keluarga tercinta, dan suka cita halalbihalal/syawalan.
Bagi masyarakat Jawa (khususnya di Yogyakarta), puncak acara saling memaafkan terjadi dalam acara syawalan trah. Trah merupakan ikatan keluarga yang saling memiliki hubungan kekerabatan berdasarkan silsilah; setidaknya dari gantung siwur, udheg-udheg, wareng, canggah, buyut, simbah, bapak/ibu, dan anak. Nama-nama trah keluarga dipilih dan ditentukan berdasarkan kesepakatan anggota trah. Ada berbagai nama trah keluarga yang dipakai: Trah Becik, Trah Mbah Komplong, Trah Singodimejo, Trah Karyorejo, Trah KAGAMA Mataram, Trah Prawiroredjo, dan sebagainya.
Dengan demikian, di samping saling memaafkan, tujuan syawalan trah juga dimaksudkan menjalin dan menjaga kesinambungan alur kekerabatan dari generasi tua sampai generasi muda.
Bagi pemerhati masalah sastra dan budaya Jawa, Sarworo (2018), syawalan trah merupakan modal dalam menguatkan nilai-nilai sosial. Menjadi tempat bertemunya berbagai etnis dan agama.
Lelaki jebolan sastra Nusantara UGM itu lebih jauh menjelaskan bahwa bukan rahasia lagi, khususnya di kalangan etnis Jawa, warga suatu trah memiliki latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Mayoritas warga trah beragama Islam, dan sebagian lagi beragama bukan Islam.
Eloknya, dalam syawalan trah, warga trah bukan Islam pasti diundang dan hadir. Bahkan kegiatan syawalan trah terkadang dilakukan di rumah warga trah yang bukan beragama Islam. Ini bukan merupakan persoalan, terlebih syawalan trah dilaksanakan dalam konteks menjalin persaudaraan sejati.
Sependapat dengan Sarworo, pada hakikatnya syawalan trah sebagai sebuah tradisi, dapat dimaknai sebagai sarana mempererat solidaritas sosial (minimal di lingkungan suatu trah). Kegiatan tersebut tidak hanya dijadikan sarana untuk ngumpulke balung pisah - mempersatukan kembali sanak saudara yang tersebar agar tidak kepaten obor- melainkan juga dijadikan sarana untuk saling membantu, meringankan beban warga trah maupun mengembangkan potensi sosial ekonomi anggota.
Mungkin saja tradisi menyerupai syawalan trah dalam masyarakat Jawa ini sudah ada di tempat lain dalam bentuk atau istilah yang berbeda. Kalaupun belum ada, perlu dimodifikasi agar bisa dilaksanakan di seluruh Nusantara demi memupuk modal sosial, menjaga keberagaman dalam kebersamaan. Dalam konteks keiindonesian, tradisi ini merupakan upaya memperkuat kebinekaan, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.