Jalan Sunyi Promo Ramadan
Eforia kemeriahan Ramadan dengan sesuatu yang serba baru, tentu pernah kita rasakan. Semasa kanak-kanak (tahun 1970-an) di Kuala Tungkal, Jambi, bahkan ada semacam tradisi "membersihkan" rumah agar terlihat baru.
Berbagai cara dilakukan, antara lain mengecat ulang dinding rumah (berbahan papan), pagar kayu, membenahi atap, atau setidaknya memperbaiki bagian rumah yang sudah lapuk.
Pilihan lainnya adalah mengganti isi rumah dengan meja kursi, stoples, tempat kue, lampit (karpet rotan), atau cangkir baru.
Bagi anak-anak, bulan Ramadan merupakan kesempatan mendapatkan baju, celana, sepatu, sandal, dan peci baru. Hanya saja saat itu belum ada gebyar diskon, promo, online shop, hanya ada satu dua toko pakaian jadi. Selebihnya adalah toko kain milik orang Tambi (India) yang terpusat di Jalan Asia.
Bulan Ramadan biasanya dimanfaatkan oleh tukang/penjual barang obral untuk "pura-pura" banting harga selimut, handuk, sarung, baju, jaket, dan lainnya. Kehadirannya di dekat pasar selalu menarik perhatian siapa pun yang melintas.
Terlebih tukang obral memiliki kepandaian yang hampir sama dengan tukang obat, pacak omong dan pacak bual. Terserah mereka mau ngomong baju, handuk, dan selimut yang ditawarkan berasal dari Singapura, Malaysia, bahannya awet, dijual murah....
Tentu saja pembeli bebas untuk percaya atau tidak terhadap bualan tukang obral yang teramat lihai itu.
Hal terpenting, barang mereka laku. Biasanya mereka memilih tempat strategis di dekat pasar. Lalu di bawah payung besar meletakan tumpukan dagangan dengan alas plastik atau terpal.
Jangan heran, begitu ia mulai berteriak menawarkan obralan, dengan cepat beberapa orang mengelilinginya. Mereka itulah para dolop, staf profesional, dengan tugas mendorong orang lain untuk membeli dagangan yang digelar.
Dalam melakukan tugasnya, para dolop membaur bersama orang-orang yang mengelilingi si tukang obral. Para dolop berpura-pura membeli dagangan si tukang obral, lalu memuji-muji barang yang didapat agar para perubung tertarik untuk ikut membeli.
Terbatasnya toko pakaian, membuat sebagian besar masyarakat Kuala Tungkal memilih membeli kain bahan baju dan celana. Kemudian pergi ke tukang jahit.
Jadi jangan heran, memasuki bulan puasa, tukang jahit panen kerjaan, kebanjiran order, sampai kewalahan.