Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com
Bisakah Silaturahmi Tergantikan oleh Teknologi?
Saya mengira video viral anak kecil yang nangis ingin kembali ke sekolah tidak terjadi di lingkungan terdekat saya. Malam ini, teman saya bercerita kalau anaknya pun menangis sampai minta berpakaian seragam sekolah lengkap ketika harus belajar tatap temu online lewat aplikasi. Selain itu dia juga bercerita keluh kesah tentang peran ibu di masa pandemi saat menemani anak-anaknya mengerjakan tugas dari guru.
Rasa rindu seorang anak kecil untuk tetap bersilaturahmi dengan teman-temannya tidak dapat dikamuflase bukan? Tulus dan polos apa adanya. Bisa jadi mereka takut karena galaknya orang tua ketika mendampingi mereka belajar, atau mereka ingin bermain dan silaturahmi. Tidak puas kalau hanya sekedar lewat aplikasi video.
Melihat situasi seperti ini, kita merasakan saat ini teknologi berkembang pesat. Suka tidak suka, kita harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua bagian yang dibutuhkan oleh kita. Perubahan dan pembaharuan yang seakan tidak ada ujungnya. Sadar nggak kalau kita sehari-hari menjadi sangat bergantung dengan teknologi. Berapa banyak aplikasi yang membuat kita merasa FOMO dan ingin terus mengupdate informasi ke media sosial?
Di era sekarang, seperti yang kita semua sudah ketahui bisa jadi tak membutuhkan interaksi tatap muka setiap saat. Ada Whatsapp bisa untuk mengobrol lewat suara dan video, Skype yang dapat diandalkan jika ingin bertemu meski jarak yang jauh memisahkan dengan fitur mengobrol melalui video. Serta aplikasi serupa lainnya seperti Zoom, LINE atau Jitsi. Tinggal ketikan pesan yang ingin disampaikan. Semua jadi mudah dan praktis.
Sore tadi saya baru saja melakukan live video bersama salah satu teman, bercerita mengenai tips fotografi kuliner saat traveling. Kami hanya mengandalkan platform media sosial milik masing-masing untuk dapat berbagi cerita sambil ngabuburit berbuka puasa. Syukurlah berjalan dengan lancar dan yang terpenting ada yang nonton. Bayangkan kasihan sekali kalau tidak ada orang yang menonton tayangan tadi, artinya silaturahmi saya dengan netizen tidak berjalan.
Kita luput akan satu hal, yaitu tak semua orang yang melek dengan teknologi bukan. Masa pandemi ini bagi sejumlah orang yang gaptek dengan teknologi membuat serba salah. Contohnya ibu saya yang masih mengandalkan ponsel fitur sebagai media komunikasi dia dengan teman-temannya. Ketika teman-temannya ingin melakukan panggilan video, maka saya memberikan akses ponsel saya untuk ibu saya bisa terus terhubung dengan teman-temannya. Mau tidak mau, suka tidak suka juga perlu sedikit adaptasi dengan suasana baru.
Ada nilai penting dalam silaturahmi yang sejatinya adalah interaksi antar sesama dengan bertatap muka, bisa bersalaman ternyata mampu melepaskan banyak hormon positif dan memberikan semangat baru ke seluruh tubuh. Hal ini tentu saja dapat mengurangi stres dan kejenuhan, sehingga kita bisa membangun rasa percaya kepada orang-orang di sekeliling kita. Apalagi pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Butuh ruang untuk bertemu dengan orang-orang di sekeliling.
Meskipun teknologi tak dapat menggantikan kekuatan silaturahmi dan interaksi tatap muka secara langsung, bukan berarti keduanya tak bisa berjalan beriringan. Seperti rindu yang harus dibalas dendam dengan bertemu. Namun yakinlah suatu hari nanti teknologi dan silaturahmi dapat berjalan beriringan karena kita sudah semakin sulit berjumpa karena lokasi, waktu dan biaya.
Ada tangan-tangan yang sulit digapai namun bisa tetap terhubung. Biarpun begitu seperti pepatah banyak jalan menuju Roma. Kita dapat memanfaatkan media sosial untuk bersilaturahmi agar tak memutus hubungan antar sesama. Terkecuali silaturahmi kita sudah diputuskan oleh mantan, ini butuh jiwa lapang dada. Eh tapi masih bisa stalking pakai akun lain sih.