Catatan Safari Silaturrahmi di Hari Raya Idul Fitri 1443H
Tahun 2022 ini masyarakat Indonesia bisa kembali berlebaran "normal" setelah dibekap pandemi selama dua tahun. Berdasarkan pengalaman pribadi, lebaran tahun 2020 dihabiskan hanya di rumah dan mendapat pengalaman baru shalat id di rumah bersama keluarga. Sedangkan di tahun 2021 lebih nelangsa lagi karena beberapa anggota keluarga tak bisa menjalankan Sunnah karena sakit. Hidangan hari raya pun tak dapat dinikmati seyogyanya akibat perasa mati rasa. Barulah di tahun ini lebaran dapat berjalan sebagaimana jamaknya lebaran sebelum pandemi. Tentu bersambungnya lebaran "normal" ini memberikan suasana lebih segar dimana yang merayakannya lebih ramai terasa sebab rindu 2 tahun terbalaskan.
Lebaran kali ini karena sudah "normal" maka kebiasaan khas lebaran kembali berlanjut. Salah satunya adalah silaturahmi, kunjungan ke rumah kerabat. Rupanya pandemi benar-benar memberikan dampak luar biasa. Beberapa kerabat sudah berpulang. Sebagian lain menjadi lebih cepat menua terasa. Berkunjung ke rumah mereka memberi udara baru dalam rasa kekeluargaan.
Ada satu hal yang cukup telak di pikiran pada lebaran kali ini setelah menyinggahi nenek. Bagaimana bila ini adalah lebaran terakhir bersama beliau. Bersyukur bila masih sempat ketemu dan bercengkrama langsung. Bila dulu cucu yang di doakan maka kali ini nenek lebih butuh banyak doa dari cucu. Ke rumah nenek tak lagi sekadar sangu di belakang tetapi menggembirakan hatinya dan memenuhi ruang bahagianya sekalipun harus mendengar cerita nostalgia dari beliau yang berulang-ulang.
Tak hanya menyinggahi kerabat dekat dan nenek yang menua, mereka yang telah pergi dan dimakamkan pun turut disinggahi. Berziarah ke makam kerabat dan sanak famili sembari membersihkan kubur mereka dan mendoakan mereka. Barangkali akibat pandemi ada kubur yang cukup lama tidak diziarahi. Momen lebaran tahun ini dipakai untuk menapaki kembali jalan menuju tempat terakhir mereka sekaligus menjadi pengingat bagi kita bahwa kita juga akan berakhir dan dikubur seperti mereka. Karenanya penting untuk mengingat dan mendoakan mereka yang telah mendahului.
Selama berkunjung ke rumah kerabat tentu tak melulu soal menikmati suguhan atau tunjangan hari raya saja. Selalu ada obrolan terselip disana. Bila pergi dengan orang tua biasanya sesama orang tua akan bercerita tentang anaknya namun dapat juga dominan nostalgia masa muda. Bila telah selesai dengan orang tua obrolan selanjutnya menghinggapi anak muda usia kerja atau mahasiswa semester akhir. Bila ketemu pertanyaan "kapan" percayalah itu adalah kata pembuka obrolan yang dapat direspon ringan. Alih-alih jadi beban, jawaban dapat diarahkan ke dalam bentuk permintaan doa. Sebab tak semuanya mendapat tanya seperti itu. Ada juga yang cukup bertanya pada orang tuanya tanpa repot-repot membuka obrolan dengan anaknya langsung.
Poin terakhir yang dapat ditulis dari safari silaturahmi lebaran kali ini adalah perjalanan menuju rumah kerabat atau nenek kakek. Macet merupakan bunga yang memperindah perjalanan. Kadangkala durasi perjalanan dapat lebih lama dari durasi bertamu itu sendiri. Okelah pada perjalanan pergi dapat mempertahankan kesegaran. Lain cerita bila pulang. Sedapatnya langsung rebah dan bertemu kasur sesampainya di rumah. Tak apalah macet di jalan saat lebaran. Iya, saat lebaran saja tentunya...
Sebetulnya ada banyak poin yang dapat dicatat namun tulisan kali ini dicukupkan saja dengan poin-poin di atas. Catatan ini ditulis dalam perjalanan pulang sehabis dari rumah nenek sebagai kawan pengisi macet sesekali. Semoga lebaran kali ini dapat memenuhi amanat sambung-menyambung tali silaturahmi dan mendapatkan faedah dari keutamaannya..