Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Penulis

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Bicara Finansial di Bulan Ramadan saat Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik Saja

15 Maret 2025   20:47 Diperbarui: 17 Maret 2025   13:18 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bicara Finansial di Bulan Ramadan saat Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Foto ilustrasi kesederhanaan. Sumber foto: dokumen pribadi

Ramadan adalah momen istimewa bagi umat Muslim, penuh dengan keberkahan dan kebersamaan. 

Namun, siapa yang akhir-akhir ini merasa tenang melihat kondisi ekonomi di sekitar kita? Bahkan, kondisi saya sendiri sebagai penulis tulisan ini.

Ramadan kali ini, di tengah krisis ekonomi saat ini, banyak keluarga termasuk keluarga kami yang menghadapi tantangan dalam mengelola keuangan agar tetap sehat selama bulan suci ini. Ya sehat jiwa, ya sehat dompetnya!

Kenaikan harga bahan pokok, biaya kebutuhan sehari-hari, serta godaan konsumtif bisa menjadi beban jika tidak dikelola dengan baik. 

Belum lagi jika bicara kata lebaran. Ada kebutuhan anak-anak, uang amplop, mengunjungi sanak saudara yang tentunya tanpa bisa hanya melambaikan tangan kosong, serta kebutuhan lain yang sesungguhnya bukanlah primer tapi menjadi standar umum sosial.

Menghadapi itu semua, tentunya kita perlu menerapkan strategi agar ramadan tetap berkah tanpa mengorbankan kesehatan finansial keluarga.  

Intinya, Dahulukan yang Utama

Bicara finansial sehat dalam kaca mata ilmu ekonomi, sesungguhnya hanya ada di kata kunci kebutuhan primer.

Ini artinya, kita harus mampu mendahulukan kebutuhan yang paling utama, dan mengesampingkan apapun yang tidak utama.

Makan sekeluarga, itu utama. Kebutuhan pendidikan anak-anak seperti bayar biaya sekolah, itu pun kebutuhan yang pertama harus didahulukan. Belum lagi zakat.

Meski kenyataannya, tentu ada kebutuhan lain yang aslinya tidak utama, tapi secara sosial kok ya minta didahulukan juga.

Misalnya, budaya tinjo atau mengunjungi kerabat yang lebih tua sambil membawa bahan pangan ini itu. Budaya megengan berbagi makanan nanti menjelang lebaran. Atau budaya memberi amplop saat lebaran.

Untuk semua itu, saya menyiasatinya dengan menyusun daftar prioritas. Jika bisa dilakukan, ya lakukan dengan dana yang ada. Jika kepepet tidak bisa, ya sudah mau apa. 

Satu hal yang perlu kita ingat semua, janganlah sampai berhutang. Apalagi terlibat pinjol untuk sesuatu yang, ya sudah lah, kita bisa melepasnya sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

19 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG

Kisah Inspiratif Orang-Orang di Sekitarmu

blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 17 
20 Mar 2025

MYSTERY TOPIC

Mystery Topic 4

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 18
21 Mar 2025

Mudik Hijau untuk Kurangi Jejak Karbon

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 19
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun