Lebaran Minimalis, Bahagia Maksimal
Lebaran. Kata itu saja sudah mengguncang jiwa dengan gemerlapnya. Bayangan ketupat yang menggoda, suara takbir yang menggema, dan tentu saja, ritual tahunan: berburu baju baru.
Sejak kecil, saya selalu dibuai oleh mantra, "Tak afdal Lebaran tanpa baju baru!" Tradisi turun-temurun ini seolah menjadi *ritual wajib* yang tak tergantikan. Tapi, di usia 25 tahun, saya mulai bertanya: Benarkah kebahagiaan Lebaran harus dibungkus plastik belanja dan label harga?
Dulu, Ibu selalu membawa saya ke pasar menjelang Lebaran. Kami berdua seperti pahlawan super yang sedang mission impossible: menghindari kerumunan, menawar harga, dan pulang dengan kardus berisi baju-baju yang "harus" dibeli.
Sampai suatu hari, saya menemukan lemari Ibu penuh dengan baju Lebaran tahun-tahun sebelumnya---masih rapi, sebagian bahkan belum copot tag. "Ini kenapa nggak dipakai, Bu?" tanya saya.
Jawabannya klasik: "Udah nggak up to date, Sayang." Saat itulah saya sadar: tradisi baju baru bisa berubah menjadi ritual sampah terselubung.
Tahukah Anda? Menurut WWF, satu kaus katun membutuhkan 2.700 liter air---setara dengan minum satu keluarga selama 3 tahun! Bayangkan jika seluruh Indonesia membeli dua baju baru per orang untuk Lebaran: air yang terbuang bisa mengisi Danau Toba dua kali lipat.
Belum lagi jejak karbon dari produksi hingga transportasi. Mirisnya, 70% baju tersebut akan berakhir di landfill dalam setahun, menjadi teman tidur sampah plastik dan kresek.
Tapi jangan khawatir! Di tahun 2025, kita bisa menyulap Lebaran jadi pesta yang ramah dompet dan bumi.
Kuncinya? Jadikan baju lama sebagai selebriti baru. Tahun lalu, istri saya nekat mengenakan kebaya warisan nenek ke acara keluarga.
Alih-alih dicemooh, saya malah jadi influencer dadakan. "Wah, vintage banget!" puji ponakan-ponakan. Ternyata, nostalgia bisa lebih trendy daripada belanja fast fashion.
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025