Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...
Ramadan, Dana Desa, dan Tantangan Sampah Berkelanjutan

Bulan Ramadan tahun ini menjadi momen penting bagi banyak desa di Indonesia. Pasalnya, bulan suci ini bertepatan dengan pencairan dana desa yang seringkali menjadi sumber pendanaan utama bagi berbagai program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu program yang kerap mendapat alokasi dana adalah penanganan sampah.
Hal ini tidak mengherankan, mengingat masalah sampah di bulan Ramadan cenderung meningkat dibandingkan hari-hari biasa. Peningkatan volume sampah selama Ramadan terjadi karena aktivitas masyarakat yang lebih padat, terutama terkait konsumsi dan ibadah. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah-sampah ini dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.
Misalnya, kegiatan buka puasa bersama, pengajian, dan takjilan kerap menghasilkan sampah organik dan anorganik dalam jumlah besar. Oleh karena itu, alokasi dana desa untuk penanganan sampah di bulan Ramadan menjadi langkah strategis yang patut diapresiasi. Langkah ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menekankan kebersihan lingkungan.
Namun, penanganan sampah tidak hanya sekadar membersihkan lingkungan fisik. Ramadan juga mengajarkan kita membersihkan “sampah batin” seperti iri, dengki, dan kebencian. Dalam konteks ini, dana desa tidak hanya bisa digunakan untuk program fisik, tetapi juga untuk kegiatan sosial yang mendukung pembersihan hati dan jiwa masyarakat.
Misalnya, dana desa dapat dialokasikan untuk mengadakan pengajian, diskusi keagamaan, atau kegiatan sosial yang mendorong solidaritas dan kepedulian antarmasyarakat. Kegiatan ini dapat memperkuat hubungan sosial di desa sekaligus menanamkan nilai-nilai keagamaan dan kepedulian lingkungan. Dengan demikian, Ramadan menjadi momen refleksi yang lebih mendalam.
Menurut data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (2023), sekitar 60% desa di Indonesia telah mengalokasikan dana untuk program lingkungan, termasuk penanganan sampah. Angka ini menunjukkan kesadaran yang semakin tinggi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, terutama dalam konteks pembangunan desa berkelanjutan.
Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efektif dan tepat sasaran. Banyak desa masih menghadapi kendala dalam mengelola dana desa, mulai dari kurangnya kapasitas sumber daya manusia hingga minimnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program.
Padahal, partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan program penanganan sampah. Tanpa dukungan dan keterlibatan aktif warga, program sebaik apa pun akan sulit mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dalam perencanaan dan pelaksanaan program kebersihan di desa.
Dalam konteks ini, Ramadan bisa menjadi momentum membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Bulan suci ini mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar. Kegiatan-kegiatan seperti kerja bakti dan pembentukan bank sampah bisa menjadi alternatif program yang didanai oleh dana desa.
Selain penanganan sampah fisik, Ramadan juga menjadi waktu yang tepat membersihkan “sampah batin”. Dalam bukunya Manajemen Qolbu, Abdullah Gymnastiar (2005) menekankan pentingnya membersihkan hati dari segala bentuk penyakit jiwa seperti iri, dengki, dan kebencian. Dengan hati yang bersih, masyarakat dapat hidup lebih harmonis.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025