Renungan 28 Ramadan: Puasa Membentuk Kesalehan Sosial
Ramadan merupakan bulan penuh keberkahan dan kemuliaan. Hikmah dan kebajikannya bersifat multidimensional, tak hanya moral dan spiritual, tetapi juga sosial. Puasa tak hanya membentuk kesalehan individual melainkan juga kesalehan sosial.
Dalam kenyataannya, masih terdapat ketimpangan antara kesalehan individual dan kesalehan sosial. Masih ada orang yang saleh secara individual, namun kurang saleh secara sosial. Kesalehan individual kadang disebut juga dengan kesalehan ritual, karena lebih menekankan dan mementingkan pelaksanaan ibadah ritual.
Disebut kesalehan individual karena hanya mementingkan ibadah yang semata-mata berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri. Sementara pada saat yang sama mereka tidak memiliki kepekaan sosial, dan kurang menerapkan nilai-nilai islami dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan kesalehan sosial menunjuk pada perilaku yang sangat peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Dalam Islam, kedua corak kesalehan itu merupakan suatu keniscayaan dan harus dimiliki seorang Muslim. Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur dari ibadah ritualnya, tetapi juga dilihat dari output sosialnya.
Islam bukanlah agama individual melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin). Agama yang tidak hanya untuk kepentingan penyembahan dan pengabdian diri pada Allah semata tetapi juga menjadi rahmat bagi semesta alam. Puasa implikasi sosialnya juga sangat jelas, diharapkan dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, seseorang akan mampu merasakan kaum dhuafa dan mampu bersimpati terhadap derita orang lain. Puasa memiliki multifungsi, fungsi puasa adalah tazhib, ta'dib dan tadrib.
Puasa merupakan sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa (ta'dib), serta medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa yakni takwa. Takwa dan kesalehan sosial tak bisa dipisahkan.