Mengangkat Gengsi Sarung Jadi Pakaian Modis dan Kekinian
Kain sarung merupakan pakaian yang lazim dipakai oleh laki-laki dan wanita di negara kita, yang dipakai untuk melaksanakan salat, baik di rumah maupun di masjid.
Sarung bukan pakaian asli Indonesia, menurut sejumlah referensi disebut berasal dari suku Badui di Yaman, dan juga ada yang menyebut dari India.
Namun, karena sudah berabad-abad menjadi bagian dari keseharian nenek moyang kita, sarung sudah dianggap sebagai tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
Bentuknya yang sederhana, hanya berupa sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya, membuat sarung jadi pakaian serba guna.
Dulu, fungsi sarung lebih strategis dan sangat bergengsi. Tidak seperti sekarang yang terkesan sekadar untuk salat. Ada pula yang menjadikan sarung sebagai pakaian di rumah dan untuk tidur.
Kenapa disebut bergengsi di zaman dulu, terutama di zaman Indonesia masih dijajah Belanda?
Karena sarung menjadi simbol perjuangan. Para pahlawan Indonesia dalam berunding dengan pejabat kolonial Belanda, mengenakan jas tanpa dasi dan bawahannya berkain sarung yang rapi.
Itu sebagai tanda perlawanan terhadap orang Belanda yang pakai jas dan dasi, celana panjang dan bersepatu pantofel.
Tapi, setelah Indonesia merdeka, para pejabat kita lebih senang berpakaian ala orang Eropa. Maka, sarung pun perlahan dianggap sebagai pakaian dari masa lalu yang tidak bergengsi.
Ya, tidak semua seperti itu. Para pemuka masyarakat di daerah tertentu, terutama di daerah yang banyak pesantrennya, tetap setia berkain sarung hingga sekarang.