#JanganMudikDulu, Tuntas Sebelum Dituliskan!
Tagar #JanganMudikDulu bergaung kencang bersamaan dengan Hari Kebangkitan Nasional kemarin. Ada korelasi yang kuat antara hadirnya kesadaran masyarakat di Hari Kebangkitan dengan kondisi objektif bangsa Indonesia yang sedang mencari formulasi bagaimana menahan laju infeksi atau penularan yang tak kunjung berkurang.
Tagar #JanganMudikDulu, kalau boleh jujur sebenarnya momentumnya terlambat, kalau boleh dkata tidak bermanfaat lagi secara signifikan. Tagar ini akan efektif jika diviralkan sejak pertengahan bulan Ramadan atau minggu pertama bulan Mei. Untuk saat ini, dimana lebaran tinggal 3 hari tidak akan mempengaruhi lagi niat masyarakat yang sudah memutuskan akan mudik atau tidak mudik. Meskipun dilarang. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mungkin terpengaruh, yaitu yang bimbang, belum mengambil keputusan untuk mudik.
Tagar ini juga tidak efektif setelah isu dilonggarkannya sarana transportasi dan secara fulgar masyarakat menyaksikan antrian yang berkerumun di Bandara untuk melakukan perjalanan melalui fasilitas penerbangan. Harus diakui gaya komunikasi stakeholder, dalam hal ini pemerintah tidak efektif dan cenderung kontradiktif, sehingga kadang menimbulkan multitafsir. Munculnya istilah dilonggarkan, dibuka kembali mampu menstimulasi keinginan mudik masyarakat kembali menguat.
Tagar #JanganMudikDulu, secara bahasa juga tidak edukatif. Kata "jangan" yang difahami psikologis masyarakat adalah sebuah larangan. Larangan akan diikuti konsekuensi logis yatu hukuman bagi yang melanggar. Ketika aturan ini tidak dijalankan secara konsisten maka yang terjadi adalah ketidakpatuhan, sikap abai dan tak acuh dengan aturan itu sendiri.
Saat moda transportasi pekan kemarin diijinkan melayani penumpang dengan kepentingan tertentu selain mudik, larangan mudik menjadi memungkinkan untuk dinegosiasikan. Ingat dengan peribahasa,'Banyak jalan menuju ke Roma".
#JanganMudikDulu di kota Kupang NTT
Pemerintah NTT belum berencana menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), walaupun ada peningkatan jumlah kasus positif COVID-19 di daerah itu dalam beberapa hari terakhir ini. Kompas.com memberikan update hari ini 21 Mei 2020,NTT tercatat Positif: 79 Sembuh: 6 Meninggal: 1.
Walaupun demikian untuk penerbangan komersil, penumpang umum sudah tidak dilayani untuk perjalanan menuju daerah-daerah yang berada di zona merah. Contoh penerbangan Kupang -- Surabaya sudah tidak dilayani. Di aplikasi traveloka yang biasa saya gunakan untuk mendapatkan tiket perjalanan, dikatakan "no flights avaliable" sampai tanggal 1 Juni 2020. Artinya sepekan setelah Idul Fitri baru dilayani penerbangan dari dan ke Bandara El Tari.
Jadi, tagar #JanganMudikDulu, untuk perantau seperti saya sudah tuntas sebelum saya tuliskan. Tepatnya di tanggal 9 April 2020 kami memutuskan tidak lagi. Itu sempat saya tuliskan di artikel THR Kompasiana tanggal 05 Mei 2020 yang berjudul,"Kala Mudik Ambyar".
Kami tidak mudik. Akhirnya dipastikan tanpa bimbang. Kami tidak mudik. Tepatnya tidak bisa dan tidak diijinkan mudik oleh Kemenpan RB sejak tanggal 9 April 2020. Pupus sudah. Kami baik-baik saja dan menyadarinya. Walau awalnya ada secuil rasa tidak terima, tapi itu langkah paling bijaksana. Jangan sampai perjalanan kami malah membawa marabahaya di keluarga.
NTT adalah propinsi kepulauan. Ketika sarana transportasi laut dan udara diisolasi, maka pengendalian tinggal berkaitan dengan transmisi lokal. Kesadaran masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan serta ketegasan pemerintah dalam mengontrol jalannya aturan, menjadi faktor utama. Kalau kemudian, realitasnya terjadi penambahan positif covid-19 terbanyak berada di wilayah kota Kupang karena faktor ketidaktaatan masyarakat dalam social distancing dan terkait kabupaten Manggarai, lebih karena masih memungkinkan adanya transportasi udara domestik El Tari -- Labuan Bajo, yang memiliki destinas wisata Komodo.