Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.
Tradisi Unik Masyarakat Sunda Menjelang Puasa, Masihkah Dilakukan?
Munggah yang kedua adalah munggah secara adat, artinya ada peningkatan dalam hal adat, kebiasaan, dan tradisi yang berkaitan dengan makanan. Umpama, jika pada bulan lain, makan cukup dengan lauk telur dan kerupuk saja.
Maka, di bulan Ramadhan ada peningkatan, makan dengan lauk daging atau ikan. Agar semangat berpuasa semakin meningkat, dan keseimbangan gizi terjaga.
Sehingga, satu bulan penuh kita akan mampu menamatkan puasa. Nah, dari sini lah rupanya, penyebab mengapa pada waktu bulan puasa, biaya makan meningkat dua kali lipat. Hihi.
Tradisi munggahan pada jaman dahulu, biasanya dilaksanakan sehari sebelum hari pertama puasa. Pada saat makan siang, keluarga mengadakan acara makan-makan bersama atau botram.
Ada yang dilaksanakan dengan keluarga besar, rekan-rekan, dan tetangga. Tradisi makan bersama ini, dapat dikatakan sebagai makan terakhir di siang hari, sebelum besoknya puasa.
Namun, seiring perkembangan jaman, acara munggahan ini waktunya bergeser. Tidak hanya dilaksanakan satu hari sebelum puasa.
Adakalanya, seminggu sebelum puasa, tiga hari sebelum puasa, kantor-kantor dan sekolah-sekolah sudah mengadakan acara makan bersama di rumah makan, tempat wisata, atau ngaliwet bersama di kantor. Mereka mengatakan, kegiatan tersebut sebagai acara munggahan.
Sah-sah saja menurut saya, yang penting inti dari tradisi munggahan tersebut, yaitu rasa syukur dapat bertemu dengan bulan Ramadhan. Dan yang paling utama adalah komitmen untuk meningkatkan ibadah, ya.
Jangan munggah secara menu makanan saja, yang nantinya berimbas kepada biaya pengeluaran untuk berbuka dan sahur. Tapi, kebaikan dan pahala juga harus munggah, ya.
Menabuh bedug
Saat saya kecil, pada tahun 80 hingga 90-an alat teknologi berupa speaker, radio, dan televisi belum dimiliki secara banyak oleh masyarakat. Penyebabnya karena listrik belum masuk ke kampung saya saat itu. Baru pada tahun 1997, melalui program listrik masuk desa. Akhirnya, kampung saya menjadi terang benderang.