Sarung Lebih Baik dari Harta
Di suatu negeri Islam hiduplah seorang pemuda yang termaksud kaum fakir saat itu, pemuda ini termaksud orang yang pandai, amanah, rajin, taat terhadap beragama.
Setiap hari ia pergi ke masjid dengan menggunakan sarung yang dari hari ke hari sarung itu tidak pernah diganti. Ibadah demi ibadah digunakan tanpa mengganti sarung yang yang sering dipakainya. Ternyata ia hanya punya satu sarung karena sangatlah fakir.
Suatu hari sang raja di suatu negeri tersebut pun melihat pemuda itu yang tidak pernah mengganti sarung sehingga bertanya "wahai fulan bagaimana mungkin kamu bertemu dengan tuhanmu tetapi menggunakan sarung yang itu-itu saja, apa kamu tidak memiliki sarung lain" jawab fulan "tidak duhai raja aku hanya memiliki ini".
Kemudian raja melihat kesungguhan Fulan dalam beribadah dan iba kepadanya. Dengan pertimbangan yang matang dan rekomendasi dewan penasehatnya sehingga raja membantu untuk memberikan sedikit harta kepada pemuda itu sebagai imbalan karena ia sering beribadah dan pemuda yang gigih.
Pemuda ini sangat bersyukur Alhamdulillah terima kasih ya Allah, tetapi duhai raja. Tetapi sayangnya, rada syukur yang ia utarakan hanyalah manis dimulut saja. Setelah ia merasakan kenikmatan harta, tetapi tidak menambah keimanan dalam hatinya. Diawal ia sering masbuk. Seolah tidak memprioritaskan Tuhannya, karena sibuk dengan mengurusi hartanya. Ketika telah mendapatkan apa yang dia inginkan, ketika apa yang telah ia peroleh dari kesalihannya. Justru melalaikan dari mengingatkan Allah.
Hingga akhirnya ia mempunyai suatu warung yang dikelola agak jauh jaraknya dari masjid sehingga agak mempersulit dia untuk lebih tepat waktu dalam beribadah. Perlahan-lahan dia pun terlupa akan kewajiban ia sebagai seorang muslim.
Suatu ketika sang raja pun mendengar hal tersebut dan cukup kecewa kemudian sang raja mengingatkan si fulan tadi untuk segera bertaubat dan juga untuk menunaikan kewajiban membayar zakat. Sampai pada akhirnya si si fulan pun tersadar akan kelalaiannya selama ini, buta akan dunia buta akan harta, dan buta karena kenikmatan yang sementara sampai akhirnya dia pun ingin menunaikan kewajibannya untuk salat, dan zakat tetapi ia terlambat. Ketika ia ingin membayarnya zakatnya tak ada yang ingin menerimanya. Dan dicoba lagi pada orang fakir sekitarnya tidak ada yang ketinggalan mendapatkan zaman dalam artian telah tercukupi oleh sang raja.
Sampai akhirnya dia mati dalam keadaan kafir karena tidak menjalankan suatu kewajibannya.
Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa betapa pentingnya untuk selalu Istiqomah, pandai-pandai merawat harta, dan jangan sampai tertutup oleh yang namanya dunia. Semua ini hanya sementara sedangkan akhirat selamanya. Untuk apa memiliki harta tetapi menjerumuskan? Kita tidak pernah tahu dalam kondisi apa kita meninggal, dan dalam kondisi apa kita meraih ketakwaan bersama dengan Allah, jangan sampai kita terlupa kepada Allah dan jangan sampai Allah pun melupakan kita, karena jika Allah lupa, jangankan masuk surga mencium aromanya pun tak bisa.