Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Guru

Nomine Penulis Opini Terbaik Kompasiana Awards 2024 | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Ramadan dan Karakter, Makna Berbuka Puasa Bersama

9 Maret 2025   06:42 Diperbarui: 10 Maret 2025   05:27 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan dan Karakter, Makna Berbuka Puasa Bersama
KOMPAS/AGUIDO ADRI

Nilai-nilai seperti ini seharusnya tidak hanya hidup di bulan Ramadan, tetapi juga menjadi bagian dari pola pendidikan karakter di rumah dan sekolah.

Ki Hajar Dewantara pernah berpesan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak-anak agar kelak menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berbahagia. Maka, meski hanya berbagi satu gelas teh, sejatinya mereka sedang belajar sesuatu yang jauh lebih besar, bagaimana menjadi manusia yang peduli pada sesama.

Belajar Bersosialisasi

Fenomena tone deaf dalam kehidupan sosial itu nyata. Ada saja anak-anak, bahkan murid-murid saya sendiri yang tampak “buta nada” alias kurang peka secara sosial.

Contoh sederhana seorang anak yang rumahnya hanya beberapa langkah dari rumah saya, sekaligus murid saya di sekolah, bisa saja pura-pura tidak melihat ketika kami berpapasan di jalan.

Padahal, dalam berbagai kesempatan, termasuk saat menjadi pembina apel masa orientasi siswa baru Juli lalu, saya sudah menekankan pentingnya membangun kepekaan sosial. Namun, tetap saja ada yang gak peka.

Di sinilah momen buka puasa bersama di masjid berperan sebagai media pembelajaran sosial yang konkret. Anak-anak dari berbagai sudut kompleks datang untuk berbuka bersama. Mau tak mau, mereka mulai berkenalan, bercakap, dan berinteraksi, sesuatu yang mungkin jarang mereka lakukan di luar bulan Ramadan.

Situasi ini secara alami menciptakan hubungan sosial yang lebih erat. Anak-anak yang tadinya canggung kini mulai terbiasa menyapa dan berbincang. Bahkan mereka yang awalnya enggan berinteraksi, lama-kelamaan merasa lebih nyaman dan akrab.

Lev Vygotsky, seorang ahli psikologi perkembangan, menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah kunci utama dalam perkembangan kognitif dan emosional anak. Dalam Mind in Society (1978), ia menegaskan bahwa anak-anak belajar dan berkembang melalui pengalaman sosial, bukan hanya teori di kelas.

Sebaliknya, kurangnya interaksi sosial dapat membuat anak menjadi “bisu sosial.” Mereka tidak terbiasa membaca bahasa tubuh, memahami ekspresi wajah, atau sekadar berbasa-basi menyapa orang lain. Padahal, dalam teori psikologi sosial, kepekaan sosial (social awareness) adalah keterampilan yang terbentuk melalui pengalaman langsung, bukan sekadar teori yang bisa diajarkan secara verbal.

Di tengah perkembangan teknologi yang semakin membatasi interaksi tatap muka, kebiasaan berbuka puasa bersama di masjid menjadi peluang emas untuk menumbuhkan keterampilan sosial anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

10 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG
Mindful Eating saat Sahur & Berbuka
blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 8 
11 Mar 2025
Tetap Olahraga di Bulan Puasa
blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 9
12 Mar 2025

MYSTERY CHALLENGE

Mystery Challenge 2
blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 10
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Cara Seru Nunggu Bedug di Ketemu Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun