Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Lainnya

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Peran Puasa Dalam Merawat Jiwa Kejujuran Seorang Hamba

25 Maret 2024   08:14 Diperbarui: 25 Maret 2024   19:59 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peran Puasa Dalam Merawat Jiwa Kejujuran Seorang Hamba
Ilustrasi oleh Benjamin Voros (Unsplash)

Hal ini sebagaimana yang ditegaskan di dalam QS Al-Baqarah ayat 183 berikut:

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana yang juga telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa."

Jika kita mencermati isi dalam ayat tersebut, Allah hanya menggunakan sapaan terhadap orang-orang yang beriman ( ), dan tidak menggunakan sapaan dengan menggunakan kata 'wahai manusia', 'wahai orang-orang yang pendusta', apalagi 'wahai orang-orang yang ingkar'.

Hal ini dikarenakan modal utama seseorang akan dapat merasakan manfaat secara ruhani dari pelaksanaan ibadah puasa ini adalah dengan berlandaskan keimanan mereka kepada Allah.

Tanpa adanya modal keimanan kepada Allah, mereka mungkin masih akan mendapatkan manfaat dari ibadah puasa, semisal kondisi badan menjadi lebih sehat, kondisi psikologis relatif menjadi lebih tenang, maupun berbagai dampak positif lainnya.

Akan tetapi untuk mendapatkan manfaat yang lebih utama dari ibadah puasa, yakni memperoleh derajat ketaqwaan, maka hal ini terlebih dahulu harus dilandasi dengan keimanan kepada Allah SWT.

Pondasi keimanan inilah yang kelak juga mengarahkan seseorang itu akan melaksanakan ibadah puasa tersebut semata-mata untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.

Tanpa adanya keimanan kepada Allah dan harapan yang sungguh-sungguh untuk meraih ridha dari-Nya ini, sangat mungkin dia bisa saja mengaku berpuasa ketika bertemu dengan orang lain, kemudian dia tetap saja makan dan minum ketika sedang sendiri, atau dalam istilah Jawa-nya melakukan puasa 'sapi'---setelah makan dan minum 'diusapi' (dihilangkan jejaknya agar tetap kelihatan seolah-olah berpuasa).

Hal tersebut terjadi lantaran mereka belum bisa meyakini/mengimani adanya kesaksian Allah beserta para malaikat-Nya ketika mereka sedang sendiri dan tidak berpuasa di siang hari.

Kondisi sebaliknya akan terjadi jika seseorang berpuasa dengan landasan keimanan, maka baik adanya kesaksian dari orang lain maupun tidak, maka mereka akan tetap terus menjaga puasanya dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa maupun dari hal-hal yang akan mengurangi keutamaan puasa tersebut di sisi Allah.

Mereka tidak hanya sekadar menahan diri untuk tidak makan minum di siang hari, tidak berhubungan badan selama berpuasa, bahkan mereka pun tidak akan rela manakala mereka berpuasa sementara yang akan mereka peroleh kelak adalah hanya rasa lapar dan dahaga, sebab mereka seolah-olah berpuasa namun tetap saja melakukan perbuatan apa saja yang dapat mengurangi fadhilah puasa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun