Masjid Agung Ciparay, Rindu Berkepanjangan
Fanatisme golongan yang kental ini, disiasati oleh RISMA dengan menginisiasi dibentuknya “Pengajian Ibu-Ibu” yang menyertakan ibu-ibu dari seluruh golongan yang ada. Yang luar biasa dengan adanya Pengajian Ibu-ibu ini, pelan tapi pasti fanatisme golongan terus mencair berganti dengan ukhuwah islamiyah yang harmonis. Sampai saat ini Pengajian Ibu-IIbu ini masih tetap eksis dengan segala dinamikanya.
BABA
BABA adalah singkatan dari ”Bimbingan Agama Bagi Anak-Anak”. Sebuah aktifitas “belajar ngaji” bagi anak-anak usia SD. Aktifitas ini merupakan salah satu program kerja dari organisasi RISMA.
Memulai kiprahnya sekitar tahun 1982, BABA terus berkembang. Bermetamorfosis menjadi TPQ dengan menggunakan kurikulum BKPRMI (Badan Kontak Pemuda Remaja Masjid Infonesia), kemudian menjadi Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) dan terakhir menjadi Taman Kanak-Kanak. Kini keduanya berada di bawah payung Yayasan BABA.
DTA BABA kegiatannya sore hari mengambil model “sakola agama” jaman lawas, dan bernaung di bawah binaan Kantor Kemenag Kabupaten. Sedangkan TK BABA menjadi sekolah “formal” di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten, dan kini menjadi salah satu TK terbesar di Kabupaten Bandung.
Awal dekade 2010-an Masjid Agung Ciparay mengalami renovasi kembali di bagian dalam masjid, yakni menambah satu lantai di bagian atas untuk meningkatkan kapasitas (daya tampung) jamaah terutama pada sholat Jum'at.
Saat tulisan ini dibuat, sudah tidak ada lagi aktifitas pedagang musiman berjualan pada momen ngabuburit, sudah tidak ada lagi aktifitas sholat berjamaah, jum’atan, tarawih dll. Tapi jangan keliru, ini bukan gara-gara pandemi covid-19 yang mengharuskan “di rumah aja”
Sejak beberapa tahun terakhir, Masjid Agung Ciparay tidak lagi menjadi pusat kegiatan ngabuburit. Pengurus DKM memutuskan untuk melarang pedagang berjualan di halaman masjid, dalam rangka meningkatkan ketertiban dan kenyamanan beribadah.
Sedangkan akrifitas ibadah, terhenti, karena masjid ditutup sementara untuk kepentingan renovasi. Ya saat ini Masjid Agung Ciparay mengalami renovasi total untuk yang kedua kalinya. Masjid Agung Ciparay kembali akan berubah wujud tanpa meninggalkan jejak wajah sebelumnya. Rupanya “urang ciparay” lebih memilih membuat sejarah baru daripada menjaga sejarah.
Dan, jika suatu ketika saya ditakdirkan “pulang kampung, tidak sekedar “mudik”, saya akan mengalami “rindu berkepanjangan”. Tak ada lagi nana itu, karena sekedar namapun terpaksa berubah ikut aturan pemerintah.
Masjid, kini menjadi semacam “strata”, masjid agung menunjukkan kelas tingkat kabupaten, masjid raya untuk tingkat provinsi, sedang di tingkat kecamatan masjid besar. Seolah-olah semua masjid (tetutama yang berada di alun-alun) adalah masjid “milik” pemerintah.
Masjid Agung Ciparay (kini bernama Masjid Besar Kecamatan Ciparay) misalnya, tidak ada secuilpun historis yang menunjukkan “kepemilikian” pemerintah. Nama baru, nama yang terasa ganjil bagi kami. Belasan tahun sudah nama baru terpatri di badan masjid, tapi tidak di hati kami.