Karunia Sylviany Sambas
Karunia Sylviany Sambas Bidan

Seorang tenaga kesehatan yang suka menulis dan belajar hal-hal baru. Rekam jejak di www.karuniasambas.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Cerita Toleransi, Mencipta Damai di Dunia

31 Maret 2024   23:06 Diperbarui: 31 Maret 2024   23:13 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Toleransi, Mencipta Damai di Dunia
Photo by Unseen Studio on Unsplash

Ketika mendengar atau membaca kata toleransi seketika saya akan beranggapan bahwa toleransi itu bicara tentang agama saja. Padahal tidak demikian, ya. Karena kata toleransi akan bersanding menjadi toleransi umat beragama jika memang ditujukan untuk hal itu. Nyatanya ini tidak, kan? Ya, karena sebenarnya toleransi itu berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Ini saya kutip dari KBBI.

Lantas apakah cerita toleransi yang pernah saya miliki. Mungkin saya akan bercerita tentang bagaimana saya bisa berteman baik hingga sekarang dengan sahabat saya semasa kuliah DIII Kebidanan. Kisah ini terjadi sekitar empat belas tahun yang lalu.

Saya memang tipikal orang yang lebih suka belajar dalam ketenangan. Berbeda dengan sahabat saya yang jika sedang belajar sepertinya seluruh dunia mesti tahu di sedang membahas apa. Mulanya jelas saya sangat terganggu. Apalagi rumah kontrakan kami (saat itu mahasiswa tingkat akhir sudah diperbolehkan keluar dari asrama), tidaklah terlalu luas. Bicara di ruang tamu bisa terdengar hingga kamar mandi.

Saya mau tidak mau harus bisa beradaptasi dengan kondisi ini. Jika mau tenang dengan menanti dia selesai belajar dan tidur, bisa-bisa saya juga ketiduran tanpa belajar. Apalagi dia tipikal pembelajar sampai larut malam. Saya jelas nggak akan mempertaruhkan nilai dengan menyerah pada keadaan perbedaan pola belajar ini.

Apa akal? Tanpa sengaja, tetapi saya yakin semua sudah digariskan sang Pencipta, saya melihat seorang teman yang tidak pernah melepaskan earphone dari telinganya. Namun di tangannya juga ada buku yang ia baca. Saya jadi berpikir, emang bisa, ya, mendengarkan musik sambil baca buku? Apakah isi buku bisa dicerna tanpa terkendala?

Ternyata itulah cara teman saya tersebut menikmati buku bacaannya. Ia bisa menyerap seluruh materi tanpa perlu terganggu pada keadaan sekitar. Saya terinspirasi dari sosok teman saya ini. Lalu saya pun belajar dengan cara mengikuti jejaknya. Meski pada awalnya saya merasa kurang nyaman juga karena tidak biasa berada dalam situasi seperti ini. Namun saya percaya bahwa kata terpaksa bisa menjadi terbiasa seiring berjalan masa.

Hingga saat ini saya masih terus belajar tentang toleransi karena saya yakin dunia ini akan lebih damai jika umat manusia bisa memupuk toleransi dalam ranah apa saja. (*)

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun