Film Sang Kyai: Solidaritas Santri, Amunisi Penting Melawan Penjajahan
Film bertema perjuangan seringkali hanya dilihat dari sisi patriotisme saja. Padahal, jika kita lihat dari berbagai sisi, banyak ibrah lain yang bisa kita dapatkan.
Seperti film Sang Kyai (2013) yang menceritakan tentang sosok pendiri Nahdlatul Ulama ini. Dilihat dari sisi patriotisme, film ini tak lagi diragukan. Perjuangan melawan penjajahan Jepang yang ternyata tidak lebih baik dari pada negara lain yang lebih dahulu menjajah negara kita ini menuai banyak problematika.
Sebagai seorang Kyai yang dihormati segala keputusannya, K.H. Hasyim Asy'ari seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Di satu sisi, beliau harus berpihak pada rakyat yang terdholimi, tetapi jika salah menentukan strategi, bisa jadi hal lebih buruk yang akan terjadi.
Di sinilah kesetiaan santri teruji. Harun, santri yang selama ini sangat menghormati Sang Kyai, mulai merasa gurunya itu telah berpihak pada penjajah. Hal ini dirasakannya ketika dia mendapati istrinya beberapa hari hanya memasak bubur untuk santri di pondok dengan alasan persediaan beras menipis. Sementara itu, rakyat masih harus menyetor hasil bercocok tanam ke pihak Jepang.
Harun yang kecewa akhirnya memutuskan keluar dari pesantren dan melakukan tindakan yang dinilainya benar. Namun, dia akhirnya kembali ke barisan setelah menyadari strategi sebenarnya dari Sang Kyai.
Akhirnya, solidaritas yang menyatukan para santri di bawah komando Sang Kyai membentuk kekuatan yang sangat besar. Hal ini terlihat ketika Sang Kyai mengeluarkan Resolusi Jihad untuk menyanggupi permintaan Presiden Soekarno saat beliau diminta untuk membantu mempertahankan kemerdekaan NKRI. Barisan santri dan penduduk Surabaya pun bersatu-padu tanpa rasa takut melawan sekutu di Surabaya.