Bersih-bersih Media Sosial Menjelang Lebaran
Media sosial akhir-akhir ini banyak memuat konten yang membuat sakit mata melihatnya. Banyak kekonyolan di media sosial yang menganggap nyawa tidak ada artinya lagi di tengah pandemi covid-19.
Saya sempat dikagetkan dengan postingan Instagram teman kantor yang berada di Bandara Soekarno Hatta. Saya mengenalnya sebagi pribadi yang cerdas dan profesional dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Namun tidak ketika posting foto dan video saat dia berada di Bandara Soekarno Hatta. Rasa kegembiraan yang dibagikan justru membuat saya hawatir.
"Akhirnya bebas dari Jakarta, zona merah corona. Semalam dapat tawaran tiket terbang mudik. Harganya mahal tapi yang penting mudik bisa lebaran di kampung," katanya dalam video insta storynya.
Ia terlihat bahagia sekali. Sampai-sampai setiap kali muncul di video tanpa mengenakan masker. Jadi masker hanya aksesoris yang menggantung di leher.
Lalu, dalam video lain yang menunjukan betapa ramainya para calon penumpang pesawata. Para calon penumpang yang ngejubel itu pun tanpa memperdulikan psyical distancing.
Emosi saya seketika memuncak. Saya langsung unfollow dan block.
Saya lakukan karena ada ketakutan. Jangan-jangan setelah sampai kampungnya ada video melakukan peluk cium dengan orang tuanya. Atau esok harinya ada kabar mereka positif covid-19.
Betapa emosionalnya saya ketika itu. Saya kira orang yang baik dan cerdas pun bisa bersikap bijak dalam bermedia sosial. Tapi apa mau dikata, sudah terlanjur terjadi dengan kekonyolannya.
Tidak sedikit akhir-akhir ini ulah konyol yang santer di media sosial di tengah situasi sulit Covid-19. Dari pejabat negeri ini yang gelar konser musik, seorang istri introvert yang lancar berbicara tapi gak dipikir dulu dan pemuda alay ngeprank sampah.
Belum lagi foto-foto yang beredar yang menampilkan pusat perbelanjaan kembali penuh. Banyak orang rela berjubel beli baju baru dan mengobral nyawa ditengah kepungan virus corona.
Saya sangat sensitif melihat itu semua. Dua bulan sudah bertahan di rumah dengan harapan wabah covid-19 cepat berakhir. Di media sosial kemudian melihat banyak orang abai melakukan aktifitas di luar rumah. Rasanya gereget banget.
Keresahan ini yang kemudian saya merasah jengah dengan media sosial. Hakekat puasa di tengah covid-19 justru tidak membuat orang patuh dan perbanyak ibadah di rumah.
Menjelang hari raya yang tinggal beberapa hari lagi inilah saya mencoba lebih khusyu menata hati. Media sosial seperti menjadi racun yang membuat mata dan kepala sakit, ujung-ujungnya keresahan menjadi kejengkelan dalam hati.
Menjelang lebaran sebaiknya tidak hanya bersih-bersih rumah saja, media sosial pun harus dibersihkan dari pertemanan toxic yang bisa mempengaruhi mental.
Tidak ada salahnya jika memulai seleksi pertemanan di media sosial. Pertahankan teman-teman yang selalu membagikan postingan yang baik-baik. Sebaliknya jangan ragu untuk membatalkan pertemanan yang suka melakukan kegiatan kurang guna, pamer, mengeluh, hingga kekonyolan apa pun itu.
Demi kesehatan mental kita yang belum bisa hidup tanpa medsos seperti Mas Nadiem, bersih-bersih sosial media bisa jadi jalan alternatif untuk menyaring konten tidak layak konsumsi. Intensitas penggunaan media sosial pun sebaiknya dikurangi seperti Instagra dan facebook.
Saya hanya mengaktifkan whatsaaps karena digunakan untuk komunikasi dengan banyak orang. Sementara Instagram hanya sesekali saja dilihat, itu pun untuk membagikan artikel yang sudah tayang di Kompasiana. Tweeter berguna untuk mendapatkan link berita terupdate.
Coba deh bersih-bersih media sosial. Setidaknya bisa meminimalisir dari dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Lebaran lancar tanpa gangguan postingan yang bikin bad mood.