Kecerdasan Sosial Murid, Bagaimana Meningkatkannya pada Ramadan Ini?
Gardner membedakan kecerdasan ada sembilan. Salah satunya, kecerdasan interpersonal. Kecerdasan ini bisa disebut sebagai kecerdasan sosial.
Saya memilih kecerdasan sosial dari sembilan kecerdasan yang ada untuk dibahas karena selain kodrat kita sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu lebih mengarah kepada hubungan kita dengan Tuhan. Sedangkan, sebagai makhluk sosial lebih mengarah kepada hubungan kita dengan sesama.
Relasi kita dengan sesama sangat penting untuk diperhatikan, lebih-lebih pada Ramadan ini.
Sebab, lazimnya, pada setiap Ramadan seperti pada Ramadan tahun ini (juga), hubungan kita dengan Tuhan yang lebih banyak memperoleh perhatian.
Frasa "lebih banyak" bukan berarti yang segmen lain tidak dilakukan. Tidak. Tetap dilakukan. Hanya, porsinya sering-sering lebih sedikit daripada porsi relasi kita dengan Tuhan.
Sebetulnya wajar saja. Toh esensi Ramadan memang semakin mendekatkan hubungan umat, terutama saudara-saudara yang beragama Islam, dengan Sang Pencipta.
Misalnya, melalui ibadah puasa, bertadarus, pesantren kilat, berbagi takjil, dan aktivitas lain yang sejenis. Dan, keempat aktivitas yang disebut pertama dilakukan di sekolah tempat saya mengajar pada Ramadan ini.
Saya pun memercayai bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan itu dilakukan juga di sekolah-sekolah lain, terutama sekolah yang bersifat umum dan sekolah Islam.
Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, tadarusan dilakukan setiap hari secara bersama, yang direncanakan selama Ramadan bagi murid yang beragama Islam.
Persekutuan doa juga dilakukan setiap hari bagi murid yang beragama Katolik dan Kristen dengan waktu menyesuaikan acara tadarusan.
Sementara itu, pesantren kilat dilakukan secara bergantian. Artinya, pada hari tertentu, pesantren kilat dilakukan oleh kelas tertentu. Kelas yang lain mengikuti pembelajaran. Begitu pola yang sama dilakukan di kelas yang lain pada hari berikutnya.
Terkait berbagi takjil kepada masyarakat umum dengan lokasi di depan sekolah dilakukan oleh semua murid secara rombongan.
Artinya, takjil yang dibagikan merupakan hasil patungan dari seluruh murid dalam kelas. Waktu berbagi takjil bergantian sesuai dengan jadwal. Dan, semua kelas terjadwal.
Ibadah puasa sudah barang tentu menjadi kebiasaan yang dilakukan dalam keluarga masing-masing. Karenanya, tentang yang satu ini sekolah tidak mengoordinasikan.
Ibadah ini berlangsung seperti biasanya. Semua murid mengikuti (tentu) kecuali mereka yang sedang berhalangan. Pun saya akhirnya mengetahui bahwa murid yang sedang berhalangan (murid putri) ternyata tidak (boleh) mengikuti tadarusan.
Nah, dari keempat aktivitas rohani tersebut sebagian besar mengarah kepada peningkatan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
Tetapi, melalui berbagi takjil sudah sangat jelas sebagai aktivitas yang dapat meningkatkan kecerdasan sosial murid, kecuali meningkatkan iman dan takwa.
Aktivitas ini melibatkan semua murid, baik yang muslim maupun non-muslim. Adanya keterlibatan murid yang tidak membedakan agama ini mempraktikkan relasi antarsesama yang layak ditumbuhkembangkan.
Pun demikian takjil yang berasal dari patungan murid-murid, sejatinya melatih mereka membangun relasi dengan sesama. Bahwa akan terasa berat jika ditanggung sendiri, tetapi terasa ringan kalau ditanggung bersama.
Memang harus disadari bahwa pengumpulan dan pembagian takjil yang tidak terus-menerus, karena hanya berlangsung pada Ramadan, ini terasa kurang berefek.
Tetapi, setidaknya, ikhtiar ini sudah mengajak murid mengerti dan memahami, bahkan menghayati bahwa orang hidup bersama dalam masyarakat itu perlu saling membantu, menolong, dan menghargai.
Selain berbagi takjil kepada masyarakat, murid-murid di sekolah tempat saya mengajar juga mengumpulkan zakat. Murid diberi dua pilihan berzakat.
Bisa berzakat beras, yang ukurannya 2,5 kilogram per anak. Atau, uang yang nilainya Rp30.000,00 per anak. Uang ini diperhitungkan sesuai dengan harga beras medium 2,5 kilogram.
Dan faktanya, dua pilihan itu tidak nihil alias ada yang memilih. Berarti ada murid yang berzakat beras dan ada murid yang berzakat uang.
Hasil pengumpulan zakat tersebut dibagikan kepada murid-murid di sekolah (sendiri) yang tergolong kurang mampu, yang informasinya diperoleh dari wali kelas. Dan, dibagikan juga hasil zakat itu ke panti asuhan.
[Sekolah kami berbagi zakat ke panti asuhan selama setahun bisa dua kali. Yaitu, saat penerimaan peserta didik baru (PPDB), tepatnya saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) dan saat Ramadan seperti kali ini.]
Memang harus diakui bahwa berzakat merupakan aktivitas kemanusiaan yang bersifat terbatas. Karena umumnya dilakukan saat Ramadan seperti ini.
Tetapi, sekali lagi, setidak-tidaknya upaya ini dapat menjadi pengalaman belajar bermakna bagi murid, seperti halnya dalam aktivitas berbagi takjil.
Mengumpulkan dan berbagi takjil dan zakat kepada sesama kegiatan yang dapat meningkatkan kecerdasan sosial murid orang dan mengumpulkan
Mengumpulkan dan berbagi takjil, juga zakat kepada sesama merupakan aktivitas pada masa Ramadan, yang diyakini dapat meningkatkan kecerdasan sosial murid.
Di dalam keluarga, saya meyakini, murid-murid yang beragama Islam sangat mungkin melaksanakan ibadah puasa dan aktivitas keagamaan selama Ramadan. Tentu di antara kegiatan yang mereka jalankan
Dengan begitu, momen Ramadan ini dapat menjadi ruang untuk meningkatkan kecerdasan sosial, selain kecerdasan spiritual.