Seorang mahasiswa aktif di Yogyakarta yang suka sekali menulis hal-hal terkait kehidupan sosial di yogyakarta dengan berbagai permasalahan yang ada, serta sesuatu yang menarik seperti trend saat ini.
Ketenangan Slow Living Menyapa Ramadan
Awalnya terasa aneh, seolah ada yang hilang dalam hidup saya, seakan-akan tidak terhubung dengan dunia luar. Namun setelah beberapa hari dijalani, ternyata dampaknya luar biasa! Waktu yang biasanya terbuang untuk scrolling di media sosial, kini bisa digunakan untuk ngobrol dengan keluarga, membaca buku, atau bahkan merenung. Yang paling menyenangkan, saya jadi lebih sering berbicara langsung dengan orang-orang di sekitar, bukan hanya lewat chat atau komentar online.
Ada satu momen lucu saat berbuka puasa bersama keluarga. Biasanya, saya sibuk dengan ponsel sambil menunggu adzan maghrib. Namun tahun ini, tanpa ponsel di tangan, saya malah membantu ibu di dapur, ngobrol bersama adik-adik, merencanakan liburan setelah Lebaran. Rasanya hangat sekali! Momen seperti ini yang dulu sering terlupakan karena terlalu fokus pada gadget, kini menjadi salah satu kenangan terindah Ramadan tahun ini. Ini salah satu alasan mengapa slow living terasa begitu indah selama Ramadan!
Selain itu, ada satu hal yang benar-benar membuat Ramadan kali ini luar biasa: ibadah. Biasanya, salat tarawih hanya menjadi rutinitas: datang ke masjid, salat cepat, pulang, dan selesai tanpa benar-benar meresapi maknanya. Namun tahun ini, saya mencoba untuk menikmati setiap gerakan salat dengan lebih khusyuk. Saya juga lebih fokus mendengarkan bacaan imam, merenungkan setiap kata yang dibaca, dan benar-benar hadir di setiap detiknya.
-
Ada satu malam pada malam ke-10 Ramadan saat salat tarawih yang membuat saya terharu. Imam membaca ayat tentang pengampunan Allah bagi hamba-Nya yang bertaubat dengan penuh penghayatan. Tiba-tiba, air mata saya mengalir begitu saja. Rasanya seperti menemukan kembali makna sejati dari Ramadan bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah dengan hati yang lebih tenang.
Selain itu, saya mulai rutin membaca Al-Qur'an setiap selesai salat subuh sambil duduk santai di teras rumah. Biasanya saya hanya membaca tanpa benar-benar memahami maknanya, tapi kali ini saya coba membaca dengan lebih pelan dan merenungkan maknanya. Rasanya sangat berbeda! Ada ketenangan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Benar deh, slow living membuat ibadah jadi jauh lebih bermakna!
Pelajaran terbesar yang saya dapatkan dari slow living selama Ramadan ini adalah belajar bersyukur atas hal-hal kecil dalam hidup. Hal-hal yang sering dianggap sepele karena sibuk dengan rutinitas sehari-hari. Misalnya, saat berbuka puasa bersama keluarga yang dulu hanya sekadar rutinitas biasa, tahun ini saya coba benar-benar hadir dalam momen tersebut: mendengarkan cerita mereka, tertawa bersama, dan menikmati makanan dengan penuh rasa syukur.
Ada satu malam berbuka bersama keluarga besar di rumah nenek yang membuat hati saya hangat. Kami makan sederhana hanya gorengan dan kolak pisang tapi suasana kebersamaannya luar biasa indah. Saya jadi sadar, kebahagiaan itu tidak selalu datang dari hal-hal besar. Kadang, kebahagiaan hadir dari hal-hal kecil yang penuh cinta dan kasih sayang.
Selain itu, saya juga mulai lebih menghargai hal-hal kecil seperti suara azan maghrib yang menenangkan hati atau segarnya air putih pertama kali saat berbuka. Hal-hal kecil yang dulu sering diabaikan ternyata memiliki kekuatan besar untuk membuat kita merasa bahagia. Inilah mengapa slow living terasa begitu indah di bulan Ramadan karena kita jadi lebih menghargai setiap detik, setiap momen, dan setiap berkah yang ada.
Setelah hampir sebulan menjalani slow living selama Ramadan, dampaknya pada kesehatan mental saya terasa banget. Stres yang biasanya sering datang mulai berkurang; kepala jadi lebih ringan dan hati lebih tenang. Saya juga merasa lebih dekat dengan keluarga dan teman-teman karena memiliki waktu lebih banyak untuk mereka. Bahkan, saya merasa lebih santai dan lebih menikmati setiap momen yang ada.
Yang paling terasa adalah bagaimana slow living membantu saya meningkatkan kualitas ibadah. Rasanya seperti menemukan kembali makna sejati dari Ramadan bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga memperbaiki diri secara spiritual dan emosional. Setelah menjalani Ramadan ini, saya merasa lebih "in the moment," lebih zen, dan jauh lebih bahagia.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025