Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤
Mumpung Puasa, Yuk Kurangi Kadar Nyinyirmu di Media Sosial
Nyinyir emang apaan?
Kita hidup di zaman serba media sosial. Mulai dari bangun lalu tidur lagi, membayang-bayangi. Jangankan sehari, hitungan menit tidak membuka saja sudah uring-uringan. Takut ketinggalan apa sih?
Saya tidak sedang menyindir siapa-siapa, saya menyindir sendiri. Saya juga begitu, masih belum mampu kalau harus benar-benar harus meninggalkannya apalagi di zaman sekarang ini. Dimana media sosial tidak cuma menjangkiti kaum muda, generasi berusia juga sudah lancar menggunakannya. Minimal WA-an, sudah gaul.
Salah satu istilah yang muncul berkaitan dengan media sosial adalah nyinyir. Bagi pengguna aktif media sosial kata nyinyir diartikan sebagai suka mengkritik orang lain secara pedas. Padahal menurut kbbi, nyinyir adalah kata yang berarti cerewet. Nah, mari mengartikan nyinyir disini sebagai cerewet yang dilakukan secara pedas kali,ya. Terutama di media sosial kesayangan kita semua.
Nyinyir Muncul karena Mudahnya Menilai Seseorang
Empat tahun yang lalu saya pernah menuliskan soal media sosial sebagai bentuk keresahan kala itu. Tulisan dengan judul "Jangan Jadikan Media Sosial sebagai "Rapor Burukmu".
Membuka dan membaca lagi. Salah satu yang saya bahas disana adalah soal kita yang tidak lagi punya rahasia.Ya, setelah media sosial menyerang kehidupan kita, sadar atau tidak kita memang tidak lagi memiliki rahasia. Justru kita sendiri yang mengumbarnya, membagi informasi yang sebenarnya privasi tetapi merasa baik-baik saja. Bahkan juga soal perasaan. Dengan media sosial, kita sengaja membuat semua orang tahu.
Mencari tahu kapan gebetan ulang tahun, kepoin saja facebooknya. Bagaimana kesehariannya, pantengin saja vlog di youtubenya. Memastikan dia jomblo, lihat saja feeds di instagramnya. Apalagi?
Makin jelas peran media sosial memang sudah seperti rapor kita sendiri. Rapor yang semua orang bisa melihatnya, termasuk nilai merah yang sering kita tidak sadari ada. Seperti kelakukan kita nyinyir sana-sini yang terekam pula jadi jejak digital yang sulit dihapus. Apalagi adanya kemampuan ponsel untuk tangkap layar alias "screenshot", apapun kelakukan kita jadi barang abadi.
Nilai Merah yang dibanggakan?