Merasakan Mudik dalam Keramaian Kota Yogyakarta
Memang pemerintah kota (pemkot) Yogyakarta telah menata kota, khususnya jalur lalu lintas. Beberapa jalan protokol diubah dari dua menjadi satu arah saja. Arus lalu lintas juga diatur agar pemakai jalan tidak bisa seenaknya belok kanan, kiri, atau memutar.
Daerah Malioboro tentu saja adalah 'juara' untuk kepadatan lalu lintas. Kawasan wisata ini termasuk harus dikunjungi di Jogja ini. Rasanya belum ke Jokja, jika belum menjamah Malioboro. Ada juga yang ingin bernostalgia merasakan bau khas pasar Beringharjo di dekat kawasan Benteng Fredeburg.
Paling tidak, pengunjung akan 'mencicipi' Malioboro dengan berfoto di plang nama jalan Malioboro di ujung jalan itu. Setelah merasa capai mengantri, pemudik bisa menghilangkan rasa haus (jika tidak berpuasa) dengan bersantai di kafe kopi stasiun kereta Tugu.
Dua Jenis Pemudik
Bagi orang Jokja, keramaian liburan menjadi sebuah keniscayaan. Pemahaman masyarakat terhadap posisi kotanya sebagai daerah wisata disikapi sebagai sesuatu yang biasa. Begitu juga dengan keramaian liburan Lebaran karena pemudik.
Setidaknya ada dua kelompok pemudik. Pertama pemudik yang tinggal di Jokja dan daerah-daerah di sekitarnya. Sebagian besar dari merek pulang ke rumah asal.
Meskipun demikian, ada beberapa dari mereka ini yang memilih tinggal di hotel agar dekat dengan daerah-daerah wisata.
Kelompok kedua adalah pemudik transit. Mereka ini hanya berkeliling di berbagai kawasan wisata di Yogyakarta dalam satu hari. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke kota tujuan mudik.
Pemudik transit ini juga ada yang menginap di beberapa hotel di kawasan kota dan pinggiran Yogyakarta.
Letak geografis Yogyakarta di tengah Pulau Jawa telah menjadikannya tempat wisata sembari meneruskan perjalanan mudik ke kota-kota lainnya.
Sementara itu, beberapa pemudik lain menginap di rumah-rumah keluarga atau karibya di kota ini.