Luna Septalisa
Luna Septalisa Administrasi

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menjadi Pribadi yang Toleran Tapi Tetap Tegas dalam Memegang Prinsip Keagamaan

17 April 2022   22:53 Diperbarui: 17 April 2022   23:17 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi Pribadi yang Toleran Tapi Tetap Tegas dalam Memegang Prinsip Keagamaan
ilustrasi keberagaman dan toleransi-THINKSTOCKS/ANNASUNNY diunduh dari kompas.com

Dalam kehidupan sosial, perbedaan karakter, pandangan dan sikap antara kita dengan orang lain adalah sesuatu yang wajar. Jangankan dengan orang lain, sesama anggota keluarga atau saudara kandung saja sering ada perbedaan. Disinilah toleransi tetap diperlukan meski kita tidak setuju dengan pandangan mereka.

Saya bersyukur karena sejak kecil sudah dilatih untuk menghadapi perbedaan. Di lingkungan tempat tinggal saya, saya bertetangga dengan orang yang berbeda agama dan suku.

Tetangga samping kiri saya seorang muslim bersuku Dayak Sampit. Waktu itu beliau masih mahasiswa yang kuliah di Jogja. Sekarang sudah berkeluarga dan kalau main ke Jogja beliau biasa menyempatkan diri untuk mampir bersilaturahmi dengan tetangga-tetangga dekatnya di sini.

Dua rumah depan rumah saya dihuni oleh keluarga beretnis Tionghoa. Satu keluarga beragama Kristen dan satunya lagi Katolik. Anak-anak mereka biasa bermain dengan saya saat kami masih kecil. Kadang di rumah mereka diadakan kegiatan-kegiatan keagamaan dan syukurlah tidak ada tetangga yang melarang atau mengganggu.

Saat bersekolah pun saya bersahabat dengan beberapa anak yang berbeda agama. Ketika kami lagi kumpul-kumpul, misalnya, dan sudah masuk waktu salat, mereka mengingatkan saya untuk salat dulu.

Ketika saya puasa di bulan Ramadhan, mereka sering menahan diri untuk tidak makan dan minum di depan saya. Alasannya mereka sungkan dan khawatir puasa saya jadi tidak khusyuk.

Namun, saya katakan pada mereka untuk tidak perlu merasa sungkan. Kan mereka bukan orang yang diwajibkan puasa Ramadhan, kenapa saya harus tersinggung kalau mereka makan dan minum di depan saya?

Lantaran sejak kecil saya terbiasa bergaul dengan perbedaan, saat dewasa dan dipertemukan dengan perbedaan lain yang lebih "mengejutkan", saya tidak terlalu kaget atau latah mengikuti pandangan umum. Dengan demikian, saya tidak mudah menghakimi orang lain sebelum saya mengenal atau bergaul dengan orang tersebut.

Wasana Kata

"Wahai manusia, sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa."

-Surat Al-Hujurat ayat 13-

Jadi, jelaslah bahwa perbedaan adalah rahmat Allah. Kita belajar bertoleransi karena adanya perbedaan. Kita memahami hakikat kemanusiaan juga karena adanya perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun