Wiwik Arianti
Wiwik Arianti Guru

Seseorang yang ingin bermanfaat bagi orang lain melalui tulisan. Silakan berkunjung ke https://blognyawiar.blogspot.com/?m=1

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Serabi Enak: Failed!

26 April 2020   07:59 Diperbarui: 26 April 2020   08:32 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serabi Enak: Failed!
img20200422130335-5ea4e461d541df187b491492.jpg

Beberapa  waktu yang lalu sebelum  Ramadan, saya mencoba resep-resep yang banyak tersedia di media online.  Hitung-hitung mengisi waktu selama #stayathome di masa pandemi

Kue cubit dan dadar gulung adalah 2 jenis cemilan yang cukup sukses saya buat. Apa indikator sukses itu?  Enak,  kata suami dan anak-anak .    Kata ajaib itulah yang membuat saya semakin semangat mencoba resep baru lainnya.  

Pilihan saya berikutnya adalah serabi.  Kue tradisional dari tepung beras ini memiliki rasa yang gurih dengan kuah santan yang manis.  Cocoklah bila disantap saat berbuka puasa, pikir saya waktu itu.  

Dengan berbekal ilmu dari Google,  saya mulai membuat kue serabi.  Pertama kali saya buat kuah santan.  Hmm... harum daun pandan dari santan yang direbus menguar ke seluruh rumah, memancing rasa penasaran anak-anak. Segera mereka ke dapur dan bertanya,  " Mau buat kue apa hari ini,  bu? " Dengan mantap kujawab,  "kue serabi enaaak!"

Langkah selanjutnya adalah membuat adonan serabi.  Tepung beras dicampur dengan tepung terigu ditambah ragi instan. Perbandingannya sudah pas,  sesuai panduan.  Setelah itu adonan didiamkan selama kurleb 30 menit, lagi-lagi sesuai panduan. 

Tibalah waktu mencetak adonan.  Dengan menggunakan sendok sayur, proses mencetak adonan dimulai.  Saya pandangi adonan di wajan itu.  Something wrong, sepertinya. 

Tengahnya  ga menggembung,  ciri khas  serabi.  Terus kuenya tidak bersarang alias tidak ada pori-pori di dalamnya.  Walau dengan setengah hati saya cetak juga semuanya sampai adonan habis. 

Bagaimana dengan rasanya? Ini terjawab saat anak-anak memuntahkan serabi yang sudah telanjur masuk ke mulut mereka.  Dan hanya minum kuahnya saja.  Pasti lah tak enak, asumsi saya tanpa bertanya pada mereka tentang rasanya. 

Sejak saat itu saya jadi trauma membuat kue serabi.  Lebay ya.  Mungkin saya bukan tipe pembelajar yang baik.  Mudah menyerah saat menuai kegagalan. Tidak seharusnya seperti itu memang.  Karena bukankah kegagalan adalah sukses yang tertunda? 

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun