Manaf Rumodar
Manaf Rumodar Mahasiswa

Aktivis di organisasi nasional HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Genocide Negara; Mereduksi Trust Rakyat Wets Papua

23 Maret 2024   09:48 Diperbarui: 23 Maret 2024   18:27 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Genocide Negara; Mereduksi Trust Rakyat Wets Papua
Input sumber gambar

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna dibekali dengan akal dan jiwa serta fitrah untuk kecenderungan terhadap hal-hal yang baik namun manusia dalam kecenderungan Fitrah itu sering memilih jalan pintas untuk melakukan misi kemanusiaannya dalam konteks beragama bersosial dan bernegara. Indonesia yang dahulunya disebut sebagai Indian archipelago adalah ras berkulit coklat yang mendiami pulau hindia belanda, komponen masyarakat indonesai yang bersosial bermufakat untuk melembaga atau yang kita kenal dengan istilah bangsa, ini terdiri dari berbagai suku bangsa agama etnis dan bahkan individu sosial yang masing-masing dengan tradisi dan budaya yang ada pada lingkungan setempatnya, tapi dengan perkembangan zaman individu-individu sosial ini melembaga menjadi masyarakat dan dari masyarakat itu melembaga kemudian membentuk negara.

Kehadiran negara dalam teori hukum terkenal dengan tatanan hukum atau lebih akrab dengan tatanan sosial kepentingan-kepentingan individu sosial tadi diakomodir di dalam satu tatanan yang disebut dengan tatanan hukum. Keinginan, kemauan, ndividu-individu sosial tidak bertabrakan. Dulunya ada konsep hukum yang disebut dengan "Homo homoni Lupus" atau siapa yang kuat dia yang berkuasa. Mengapa kemudian masyarakat atau individu sosial itu membutuhkan satu tatanan hukum agar tidak ada kesenjangan sosial, agar tidak ada konflik horizontal yang terjadi di kalangan masyarakat dari tatanan hukum ini masyarakat dan individu sosial itu mengenal dengan yang namanya hukum. Pada zaman purba, clasic bahkan sampai pada zaman sofis mulai dari barat maupun di Timur hukum hanya dimengerti dengan satu konsep yang disebut dengan konsep  survive. Apa itu survive? Survive adalah satu teori untuk mempertahankan kehidupan yang menjadi satu keyakinan zaman clasic di mana manusia itu belum mengenal hukum belum mengenal tatanan Hukum, atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah teori Trtib Hidup.

namun beberapa dekade terakhir ini adanya fenomena sosial yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman di zaman clasik bahkan praktek hukum Mulai Dikembalikan pada zaman Heraclitos yang bersandar pada miend story moyangnya Arthur  Sehopenhauer, yang berpendangan bahwa hukum adalah tatanan kekuatan, atau dengan istilah yang sudah saya Sebutkan di atas homo homoni Lupus, seorang perempuan di abad pertengahan yaitu Ayn Raind yang berpendandangan bahwa mengorbankan diri itu adalah hal yang tidak etis. Seorang perempuan yang memiliki kecakapan hukum di abad pertengahan, akhirnya berpandangan bahwa jika kita masih menggunakan konsep Siapa yang kuat dia yang berkuasa atau setiap persoalan sosial itu diselesaikan dengan menggunakan fisik dan tindakan-tindakan kekerasan maka selamanya tidak akan menyelesaikan persoalan sosial itu bisa saja menjadi sebab baru untuk konflika yang sama.

Mengutip apa yang di kemudian oleh Aristoteles bahwa hukum adalah hati nurani publik (The Law of the public consine). Apa maknanya kehadiran hukum kehadiran penegak hukum di dalam tatanan hukum untuk Bagaimana menjaga keseimbangan sosial Balance of sosial. bukan kemudian kehadiran hukum melihat sebelah mata masyarakat, Jika sampai saat ini kita belum menjadikan hukum itu sebagai satu-satunya Wahana untuk menjaga tatanan hukum ini bagaimana kita bisa sebut bahwa kita sedang bernegara Bukankah tujuan hukum kita itu untuk merubah manusia agar survive dengan cara yang lebih moderan dan moderat.

Namun masyarakat Indonesia baru saja dikagetkan dengan satu peristiwa penganiayaan yang terjadi di Kepulauan kecil, satu tataran masyarakat kecil yang ada di pelosok Timur Indonesia yaitu Papua, dengan aksi menelanjangi hukum dan lupa akan Pancasila, seolah kehidupan sosial kita telah hilang Ketuhanan dan kemanusian dalam sosial kita, penulis bertanya di mana Marwah hukum kita di mana wajah hukum kita jika masih banyak anak bangsa yang kemudian dianiaya di atas tanahnya sendiri jangan lagi kita berbicara soal hukum secara filosofis teoritis, kita menengok sedikit ke belakang apa sebenarnya Tujuan bangsa ini melawan penjajah cita-cita? bangsa ini keluar daripada penjajahan 1,3 abad itu untuk mengsejahterakan rakyat mengangkat harkat dan martabat membebaskan masyarakat dari penganiayaan  pemerkosaan, dan pembantaian Lantas kenapa dalam kondisi bangsa yang sedang baik-baik saja ada kemudian instrumen negara untuk menganiaya putra-putri Papua, putra-putri Cendrawasih yang berteriak tentang kemerdekaan!.

Jika oknum yang dianiaya itu di klaim sebagai pembunuh sebagai pelaku pembunuhan TNI ataupun Polri yang ada di Papua sedang penjagaan jangan kemudian di adili dengan bentuk yang tidak manusiawi di tusuk-tusuk dan disabit-sabit Apakah tidak Tersisa sedikit jiwa kemanusiaan di dalam diri kita untuk kemudian menyiksa manusia yang telah penulis Uraikan di atas? bawah manusia itu adalah ciptaan tuhan yang sempurna Okelah kita bisa sebut bahwa itu bagian daripada konsekuensi karena dia telah melakukan satu kejahatan besar dia telah membunuh menganiaya polisi dan tentara tapi kemudian jangan juga di videokan ketika kalian menyiksa Putra atau generasi Papua generasi Cendrawasih di mana Nurani bangsa? Kitika sesama anak bangsa saling bermusuhan. Siapa yang tidak tau soal orang yang melakukan kejahatan sekecil apapun ketika dia sudah ditangkap dia pasti akan dipukuli dianiaya tapi tidak dengan mengvideokan dan menyebarkan kepada publik apa urgensinya kita melakukan penganiayaan apalagi yang dilakukan ini adalah salah satu instrumen negara yang saat ini telah terindikasi yaitu TNI? apa urgensinya kalau dia oknum yang kemudian melakukan kejahatan kriminal bersenjata misalnya, kita memiliki banyak instrumen hukum ada tata cara hukum yang harus dikelola yang harus dilalui bukan dengan cara melakukan penyiksaan terhadap masyarakat sipil jika hari ini kita semua bersepakat bahwa penganiayaan terhadap TNI dan Polri itu adalah kejahatan yang sangat luar biasa, yang tidak bisa dimaafkan oleh negara, mengapa negara dengan aparatnya  melakukan penyiksaan terhadap generasi Cendrawasih Apakah ini adalah bentuk yang baik daripada pembalasan terhadap pelaku kriminalisasi terhadap TNI ataupun Polri?.

Jika kita masih berpandangan Demikian maka kita masih jauh daripada pandangan Hukum moderen, hukum yang sangat komplit yang sudah dibuat oleh para pemikir-pemikir hukum kita yang menata bangsa ini ke depan dengan menggunakan regulasi-regulasi etis dan teologi dalam sistem hukum yang lebih modern ini, sangat di sayangkan kita di paksa kembali pada zaman purba. Penulis ingin menegaskan jika "mata diganti mata maka butalah seisi dunia" kita masih berputar pada wilayah balas dendam maka untuk apa ada pengadilan? untuk apa ada undang-undang? jika konsep hukum kita itu adalah hukum balas dendam.

Persoalan meminta kemerdekaan dalam hemat penulis, itu adalah bagian daripada cara pandang tentang kondisi negara tentang perlakuan negara terhadap satu kelompok masyarakat bukan hanya di Papua yang kemudian meminta Merdeka dulunya Aceh pun meminta Merdeka Maluku meminta merdeka artinya bangsa ini bukan baru kali ini bukan di zaman ini kita menghadapi sekelompok orang sekelompok masyarakat yang meminta kemerdekaan itu artinya masih banyak komitmen dan tujuan bernegara yang belum selesai. Banyak kelompok masyarakat yang merasa negara ini tidak melakukan apa yang menjadi tujuan negara sehingga banyak yang kemudian berteriak Merdeka meminta melepaskan diri dari bangsa Indonesia, Timor Timur yang sudah dilepaskan itu karena apa Karena komitmen negara yang belum diselesaikan yang sederhana yang dapat kita tangkap secara kasat mata dan itu pun dapat kita pikirkan yaitu adalah tentang "Kesejahteraan" Rakyat berbicara soal kesejahteraan itu bukan persoalan di Jawa makan A dan di timur makan B bukan persoalan itu tapi kemudian ini adalah persoalan tuntutan individu masyarakat yang tidak terpenuhi secara sosial itu yang mungkin dalam kajian penulis masih banyak yang kemudian berteriak soal kemerdekaan. Adapun yang tercatat di dalam Pembukaan undang-undang 1945, dasar kita yang kita sebut sebagai State fundamental Norm mengamini kita setiap warga negara untuk merdeka bahkan diteruskan dengan kemerdekaan adalah hak segala bangsa bentuk-bentuk daripada kemerdekaan itu ada yang memilih dengan menggunakan senjata, ada yang memilih dengan menggunakan bersuara dengan megaform demonstrasi misalnya, ada yang kemudian memilih dengan cara menulis di media-media menulis buku. itu adalah bentuk metodologi yang kemudian dipikirkan dapat dilakukan itu yang kemudian menjadi representative daripada konsep-konsep kemerdekaan yang telah diejawantahkan di dalam konstitusi kita lalu apa salahnya.

 Penulis tidak perlalu banyak berbicara tentang mereka yang bertindak merdeka dan mereka mempertahankan kemerdekaan itu tetapi persoalan penganiayaan di papua saat ini, jika itu adalah musuh Mengapa tidak dibunuh Kalaupun dia masih dianggap sebagai bagian daripada warga negara maka masih melekat pada dirinya hukum yang harus dia miliki hukum yang harus dia dapat dan kemudian hukum yang harus dilalui. Apakah diatur dalam hukum pidana kita dalam konstitusi kita undang-undang dasar? bahwa orang yang melakukan satu gerakan separatis itu disiksa dan dianiaya ataukah setiap warga negara yang membunuh warga negara dengan sadis maka dibunuh dengan sadis juga saya pikir wajah hukum kita menolak tradisi hukum mata diganti mata sebab dalam konsep tertinggi hukum kita atau yang kita kenal dengan istilah ground Norm (Pancasila) menjadi satu-satunya peganggan setiap warga negara Indonesia mau pejabat sampai kepada masyarakat sipil terendah bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab itu menjadi satu budaya tradisi bahkan keyakinan Setiap masyarakat Indonesia bahwa "MEMBUNUH LEBIH MULIA DARI PADA MENYIKSA, SEBAB KEHADIRAN AGAMA UNTUK MEMUTUS RANTAI PENDERITAAN "MISI PEMBEBASAN") jika saat ini wajah hukum kita tidak mencerminkan ketuhanan yang maha esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab maka individu masyarakat telah melanggar pancasila. Apakah dengan menganiaya generasi Cendrawasih dengan divideokan dan kemudian disebarkan Apakah itu tidak melukai banyak jiwa Banyak masyarakat masyarakat Papua terkhusus orang tuanya saudaranya kawan kerabatnya Apakah ini tidak menjadi satu persoalan baru bagi bangsa bagi negara maka jangan salah jika tertanam di dalam benak generasi Cendrawasih bahwa bangsa ini diklaim dengan sebutan penjajah itu wajar Mengapa saya bilang wajar praktik bernegara di atas Bumi Cendrawasih itu adalah praktek penjajahan saya kemudian tidak menjernisir seluruh praktek bernegara di atas tanah ini tapi Kemudian ada beberapa kelompok beberapa orang yang melakukan suatu peristiwa yang akan membangun stigma publik bahwa TNI dan Polri adalah penjajah di atas Bumi Cendrawasih.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun