Tradisi Mudik dan Nilai-Nilai yang Perlu Dimaknai
Mudik Bukan Ajang Pamer
Sikap pamer saat mudik memiliki potensi untuk dilakukan tanpa sadar apalagi ketika suasana mudik dipenuhi dengan sukacita karena bertemu dengan sanak keluarga. Untuk itu diperlukan kedisplinan tinggi untuk menahan gejolak tersebut.
Kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mengatasi sikap pamer ini adalah memakai analogi ukuran baju. Misalnya ukuran yang digunakan adalah ukuran "M" jangan lalu dipaksakan untuk memakai "L" atau "S" jika demikian ada kemungkinan terlalu besar sehingga kelonggaran, atau kekecilan dan robek.
Artinya ketika mudik ke kampung halaman, jangan menjadikan omongan orang untuk menilai diri kita sebab kalau itu dijadikan patokan, kemungkinan yang ada adalah banyak berhutang, atau budget yang disipakan malah terbuang sia-sia untuk hal yang bukan prioritas (boros).
Selain itu sering-seringlah melihat ke atas dan bersikap rendah hati dalam arti tengoklah orang yang memiliki banyak kelebihan dibanding kita agar kita tidak bersikap sombong karena sikap sombong berpotensi untuk bersikap pamer.
Kiat berikutnya adalah hilangkan sikap egoisme dan sadari bahwa pencapaian kita juga karena bantuan orang lain. Sadar akan bantuan orang lain dalam pencapaian kita menyadarkan dan menghilangkan potensi sikap pamer.
Selanjutnya kiat yang bisa kita lakukan adalah banyak berbagi terutama kepada yang sangat membutuhkan. Dengan sikap berbagi ini membantu menyadarkan kita bahwa masih banyak orang yang kurang beruntung dibandingkan kita sehingga dengan sendirinya rasa ingin pamer akan hilang.
Kiat terakhir adalah sadari bahwa kelebihan yang kita miliki hanyalah titipan. Saat semuanya dipanggil menghadap Sang Pencipta, semua kelebihan itu ditinggalkan di dunia.
Pada akhirnya mudik seharusnya betul-betul disadari dan dimaknai sebagai ajang mendekatkan diri dengan Pencipta selain itu sebagai sarana menyambung hubungan spiritual dengan leluhur lewat ziarah dan menyambung tali silaturahmi dengan keluarga, kerabat dan sahabat.
Referensi :