Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com
3 Tanda Puasa Kita Diterima Allah
Ibadah puasa punya keistimewaan tersediri. Allah membalas pahala puasa secara langsung tanpa perantara. Akan tetapi, bagaimana tanda ibadah puasa diterima oleh Allah SWT?
Untuk mengetahui apakah ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT, kita tidak bisa melihat secara dhahir. Namun, ada tiga tanda yang menjadi indikator diterimanya ibadah puasa.
1. Amalan Setelah Puasa Meningkat
Jika selama bulan ramadan kita melaksanakan puasa dengan ikhlas semata-mata karena Allah, maka Allah memberi ganjaran langsung kepada hambanya.
Salah satunya adalah Allah mudahkan hamba-hambanya untuk melakukan amalan baik. Misalnya, jika sebelum puasa masih susah melakukan ibadah, sekiranya setelah bulan ramadan selesai, amalan puasa sunat akan mudah dijalankan.
Dengan diterimanya amalan puasa selama ramadan, Allah akan menggerakkan hati hambanya untuk memperbanyak amal shaleh di bulan-bulan lain tanpa terasa beban.
Ketika bulan ramadan seseorang terbiasa berbuat baik, maka setelah ramadan ia juga tetap mudah dalam melakukan kebaikan. Ringkasnya, segala amalan yang dilakukan di bulan ramadan akan terpancar kepada amalan-amalan baik lainnya.
2. Terhindar dari Maksiat
Siapa yang tidak ingin terhindar dari maksiat. Adapun orang yang terlelap dalam maksiat pertanda mereka terhijab begitu jauh dari Allah. Ada dinding-dinding penyekat yang membuat ia terhindar dari rahmat Allah.
Mereka yang Allah terima amalan puasanya terjaga dari berbuat maksiat. Artinya, Allah melindungi hambanya untuk tidak melakukan maksiat.
Maksiat ada banyak jenisnya. Ada yang besar dan kecil. Maksiat tidak selalu berhubungan dengan anggota tubuh. Bahkan, maksiat batin seperti takabbur, sombong, dengki, riya malah lebih besar dosanya.
Imam al-Hrits al-Muhsibi memperingati kita dalam kitabnya, Risalah al-Mustarsyidn:
"Ketauhiilah wahai saudaraku, bahwa dosa-dosa mengakibatkan kelalaian, dan kelalaian mengakibatkan keras (hati), dan keras hati mengakibatkan jauhnya (diri) dari Allah, dan jauh dari Allah mengakibatkan siksaan di neraka. Hanya saja yang memikirkan ini adalah orang-orang yang hidup, adapun orang-orang yang telah mati, sungguh mereka telah mematikan diri mereka dengan mencintai dunia." (Imam al-Hrits al-Muhsibi, Rislah al-Mustarsyidn, Dar el-Salm, hal. 154-155) [Baca disini]