Raise your words, not voice. It is rain that grows flowers, not thunder. --RUMI--
Cerita Sahabat: Ramadan di Tokyo, Benar-Benar dari Hati
Selain asupan di atas, ditambah asupan suplemen seperti vitamin dan minum obat alergi pollen (catatan: pada musim semi di Jepang banyak orang menderita alergi pollen/alergi serbuk bunga yang hampir tidak ada di Indonesia).
Bagaimana dengan ibadah puasa suami dan anak-anak? Bagaimana waktu mereka di sekolah atau di tempat kerja?
Puasa suami alhamdulillah lancar.
Kalau anak-anak, sayangnya masih belum bisa puasa penuh. Puasa penuh biasanya bisa cuma di akhir minggu. Ini karena kegiatan di sekolah mereka terlalu menguras otak dan tenaga.
Karena mereka tidak berpuasa waktu di sekolah, teman-teman mereka juga tidak ada yang berkomentar tentang bulan Ramadan.
Sebenarnya ini menjadi dilema bagi keluarga karena anak-anak sudah di usia yang seharusnya mereka berpuasa. Tetapi suami merasa kegiatan di sekolah Jepang (terutama sampai SMA) mengharuskan mereka berkegiatan bersama teman-teman lain. Kalau misalnya kami sekeluarga orang asing, maksudnya kami semua berasal dari Indonesia, mungkin teman-teman mereka di sekolah menjadi lebih toleran, karena dianggap anak-anak kami punya budaya yang beda.
Namun bagi anak campuran (atau istilahnya di Jepang: half ) agak susah, karena mereka dianggap sama dengan anak-anak Jepang lain yang punya budaya dan kebiasaan yang sama. Suami khawatir kalau anak-anak nantinya merasa minder atau mereka menjadi bahan pem-bully-an. Jadinya, puasa anak-anak hanya pada akhir minggu atau waktu liburan sekolah.
Bagaimana menurut anak-anak tentang tradisi Ramadan dari sudut pandang mereka yang lahir dan besar di Jepang?
Pada saat sekarang ini, bagi mereka Ramadan itu hanya salah satu dari 12 bulan di kalender Islam. Mereka sepertinya belum bisa merasakan keistimewaannya karena dibesarkan di lingkungan budaya dan tradisi Jepang. Mereka hanya tahu kalau Ramadan itu adalah bulan pada saat orang berpuasa.
Bagaimana, sih suasana puasa di Tokyo? Kesan Marina bagaimana?