Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Penulis

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Arti Syukur di Kota Sejuk: Cerita Puasa Pertama Anak Rantau

11 Maret 2024   19:34 Diperbarui: 11 Maret 2024   19:45 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arti Syukur di Kota Sejuk: Cerita Puasa Pertama Anak Rantau
Arti Syukur di Kota Sejuk: Cerita Puasa Pertama Anak Rantau - sumber gambar: canva.com (personal editing)

Di Kota Sejuk, tempat di mana mentari pagi menyapa dengan dinginnya, dan semilir angin menyapu jalan-jalan sepi, tinggallah seorang pemuda bernama Ali. Dia adalah seorang anak rantau yang sedang berjuang keras meniti jalan menuju cita-citanya.

Hari ini, ketika matahari pertama kali bersinar, menandai awal bulan suci Ramadan, Ali memulai hari pertamanya dalam puasa, penuh dengan harapan dan doa.

Ali tinggal di sebuah kos-kosan kecil yang menjadi tempat tinggalnya sejak ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya untuk mengejar cita-cita di Kota Sejuk. Meski jauh dari keluarganya, ia tidak pernah merasa sendiri. Di kos-kosan itu, ia dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki cerita dan perjuangan masing-masing.

Di pagi hari yang tenang itu, Ali duduk di sudut kamarnya yang kecil, membaca Al-Quran. Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka perlahan, dan seorang tetangga sekosannya, Rudi, memasuki ruangan dengan senyum lebar di wajahnya.

"Assalamu'alaikum? Selamat pagi, Ali! Selamat menjalankan puasa pertama kita di bulan suci ini!", sapa Rudi dengan antusias.

Ali tersenyum membalas sapaan itu, "Wa'alaikumussalam. Selamat pagi juga, Rudi. Terima kasih. Semoga kita diberikan kekuatan untuk menjalani puasa dengan baik."

Rudi duduk di samping Ali, membuka selembar kertas yang ia bawa, "Ali, aku punya ide. Bagaimana kalau kita berbagi cerita tentang apa yang membuat kita bersyukur di bulan Ramadan ini?"

Ali mengangguk setuju, "Tentu saja, Rudi. Itu ide bagus. Kita bisa saling menginspirasi satu sama lain."

Rudi tersenyum, "Baiklah, aku akan mulai dulu. Kemarin, aku bertemu dengan seorang anak kecil di pinggiran kota. Sepertinya dia tidak punya banyak harta, terlihat dari pakaiannya yang lusuh, bahkan mungkin lebih sedikit dari apa yang kita miliki di sini. Tapi, ketika aku tanya kepadanya tentang apa yang membuatnya bahagia, dia dengan bangga bilang bahwa dia bersyukur karena masih bisa melihat senyum ibunya setiap hari. Itu membuatku tersentuh, Ali. Kadang-kadang, kita terlalu fokus pada apa yang tidak kita miliki, tanpa menyadari betapa berharganya apa yang kita punya."

Ali mendengarkan cerita Rudi dengan hati yang tersentuh, "Itu cerita yang sangat indah, Rudi. Terima kasih telah berbagi. Aku belajar bahwa betapa pentingnya untuk mensyukuri apa yang kita miliki, meski sekecil apapun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

06 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG

MYSTERY TOPIC

War Takjil, Siapa Takut?
blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 4 
07 Mar 2025
Ramadan & Self-Growth
blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 5
08 Mar 2025
Ngabuburit Berfaedah
blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 6
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Cara Seru Nunggu Bedug di Ketemu Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun