Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Penulis

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Arti Syukur di Kota Sejuk: Cerita Puasa Pertama Anak Rantau

11 Maret 2024   19:34 Diperbarui: 11 Maret 2024   19:45 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arti Syukur di Kota Sejuk: Cerita Puasa Pertama Anak Rantau
Arti Syukur di Kota Sejuk: Cerita Puasa Pertama Anak Rantau - sumber gambar: canva.com (personal editing)

Rudi mengangguk, "Sekarang, giliranmu, Ali. Ceritakan kepada saya apa yang membuatmu bersyukur di hari pertama puasa ini."

Ali menghela nafas, memikirkan jawaban yang tepat, kemudian bercerita, "Kemarin, saat pulang kerja, aku melewati sebuah warung kecil di pinggiran kota. Aku melihat seorang nenek tua, duduk di pojok warung dengan senyum tipis di wajahnya. Aku mendekatinya dan bertanya bagaimana keadaannya. Nenek itu bercerita bahwa dia hidup sendirian, tanpa ada yang menemaninya. Namun, dia bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk hidup, meski dalam keterbatasan. Itu membuatku sadar, Rudi. Bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang memiliki segalanya, tapi tentang mensyukuri segala yang kita miliki, sekecil apapun itu."

Rudi mengangguk mengerti, "Itu benar sekali, Ali. Terima kasih sudah berbagi cerita itu dengan saya. Kita memang perlu terus mengingat betapa berharganya apa yang kita miliki."

Mereka berdua duduk di kamarnya dalam keheningan, merenungkan cerita yang telah mereka bagi. Di antara mereka, terdengar suara adzan memanggil umat Islam untuk menunaikan ibadah shalat Subuh.

"Ayo, Ali. Mari kita pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Subuh bersama," ajak Rudi.

Ali bangkit dari duduknya, tersenyum, "Baiklah, Rudi. Ayo kita pergi."

Mereka berdua meninggalkan kos-kosan menuju Masjid setempat, dengan hati yang penuh dengan rasa syukur dan harapan.

Di hari pertama puasa di Kota Sejuk, mereka belajar bahwa kebahagiaan sejati datang dari rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Dalam cerita dan doa mereka, terukirlah kesucian Ramadan yang penuh dengan makna dan keindahan.

Dengan penuh keikhlasan, mereka berjalan menuju Masjid, menghadap Allah SWT dengan penuh harap dan syukur. Di Kota Sejuk, di antara suara adzan dan dzikir, terjalinlah sajak syukur dan kebahagiaan, mengalir dalam cinta dan rahmat yang tak pernah pudar.

Catatan:

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul "Sajak Ramadan: Memahami Bersyukur di Hari Pertama."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun