Ramadan dan Kisah Belanja yang Bablas
"Cocok kok, kan bisa dipermak. Potong, dan dipaskan." Manekin yang berstelan hijab dan gamis menyahut.
Loh, Sinta terbengong. Mengaruk kepalanya yang tak gatal. Kok bisa ya, manekin menyahut perkataan dalam hatinya, Sinta keheranan .
"Ayo beli, beli aku!" teriakan manekin itu bersamaan. Terus berulang-ulang. Membuat Sinta memandang ke sana ke mari mengikuti suara yang memanggil.
Melihat Sinta celingukan di teras toko. Si pemilik toko menghampiri dan mengeluarkan segala jurus rayuan maut serta janji manis pujian. Membuat Sinta makin klepek-klepek seperti ayam mau disembelih.
Sinta masih berpikir apakah membeli pakaian atau tidak? Sementara manekin itu terus menggoda dengan senyuman lebar dan manis menawarkan, plus pedagang yang ramah sedunia. Membuat Sinta lemah lutut dan puncaknya hatinya meleleh.
Memakan waktu hampir satu jam, bernegosiasi tawar menawar dengan penjual serta mencoba sana-sini berbagai model serta warna, akhirnya tas keranjang belanjaan Sinta sudah penuh dengan isi borongan pakaian luar hingga pakaian dalam. Meleset! Istilah yang digunakan oleh daerahnya jika berbelanja di luar batas anggaran, atau yang direncanakan apa, eh, yang dibeli malah yang lain. Bahasa umumnya bisa kali dikatakan 'khilaf' kali ya.
Setelah melihat jam di tangan barulah Sinta tersadar ternyata hari makin beranjak siang, nanti akan terlambat memasak. Matahari pun semakin naik. Catatan belanja tertulis begitu banyak bahan dapur yang akan dibeli, dengan tergesa-gesa menuju ke lokasi pasar di belakang.
Sesampai Sinta di rumah, dengan senang hati membongkar belanjaan. Baru disadari uang di dompet hanya tinggal hitungan beberapa lembar untuk modal hidup hingga habis tanggal bulan ini. Isi dompetnya telah terbang dibelikan berbagai barang. Tanpa bekas dan pesan, kegembiraan Sinta seakan menguap berganti kesedihan. Sementara gajian akan cair sekitar dua puluhan hari ke depan. Penyesalan mendera Sinta, kenapa begitu terpesona tadinya dengan jeratan manekin serta penjual baju tadi. Sementara keperluan semakin banyak. Belum lagi THR yang tak pasti dari Perusahaan suaminya. Pakaian yang telah terbeli pun rasaya tak secantik semula ketika pertama dilihatnya tadi. Hati Sinta kesal, akan bagaimana persiapan hari mendatang untuk makan. Karena uang gajian habis dalam waktu singkat.
Sambil memasak, Sinta mengerutu. Mengutuk diri nya yang kalap belanja. Seandainya saja tadi hanya berlalu numpang lewat saja, dan langsung ke bagian belakang pasar tidak akan ada rasa penyesalan. Belum lagi, bagaimana ia memberi penjelasan kepada suaminya nanti. Terbayang wajah suaminya itu akan masam dan merengut. Sinta menjadi nelangsa. Wanita bertubuh sintal itu hanya bisa tepuk jidat ataukah gigit jari. Entahlah, hiks. Bablas!