Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.
Sahur di Pasar Induk
Annisa turun dari boncengan Honda Beat berwarna putih. Dia berdiri menunggu temannya memarkinkan kendaraan roda 2 nya sambil melihat sekeliling. Setelah motor itu parkir dengan sempurna, Vivi, pengendara Honda Beat putih itu menghampiri Annisa.
"Udah rame aja ya jam segini," komentar Annisa. Annisa melirik jam tangannya.
Tidak seperti puasa-puasa sebelumnya, puasa kali ini Vivi mengajak Annisa berjualan sayuran dan buah. Mereka menawarkan jasa membelikan sayur dan buah untuk teman-teman kantor dan tetangga kontrakan mereka. Ternyata, cukup banyak yang menitip belanjaan pada mereka berdua. Sehingga kini, pukul 2 dini hari di pasar induk, mereka membawa daftar panjang belanjaan dan keranjang besar.
"Namanya juga pasar induk," sahut Vivi. "Adzan subuh jam setengah 5 an, kita rencanain sahur jam 4. Artinya, kita punya waktu 2 jam buat keliling belanja."
"Oke," kata Annisa mengikuti Vivi masuk ke dalam pasar.
Keduanya kemudian larut dalam kesibukan memilih sayur dan menawar harga. Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 4 lewat.
"Kayaknya kita sahur sekarang, deh," kata Vivi setelah melihat jam tangannya. "Ada yang belum kebeli gak?"
Annisa melihat daftar belanjaan yang sudah penuh dengan coretan.
"Udah semua, Vi," jawab Annisa.
Vivi kemudian melangkahkan kaki menuju warteg yang dilihatnya di dekat parkiran. Annisa mengikutinya. Warteg kecil itu ramai pembeli. Beberapa orang terlihat makan sambil lesehan beralaskan koran bekas di area parkiran. Annisa dan Vivi memesan nasi rames dalam bungkus kertas minyak dan air mineral dalam botol.
"Kau tiap puasa jualan sayur gini, Vi?" tanya Annisa sambil menyantap nasi ramesnya di atas motor Vivi.