Merza Gamal
Merza Gamal Konsultan

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Menyegerakan Puasa Sunnah Syawal agar Tak Terlena Dalam Pesta Kemenangan

7 Mei 2022   08:39 Diperbarui: 7 Mei 2022   08:40 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyegerakan Puasa Sunnah Syawal agar Tak Terlena Dalam Pesta Kemenangan
Image: Menyegerakan puasa sunnah Syawal (Photo lokasi: Masjid Raya Pekanbaru by Merza Gamal)

Selain itu, apabila kita simak tradisi di berbagai daerah sebelum era 80'an, dimana banyak daerah masih melakukan Hari Raya Puasa Enam pada tanggal 7 Syawal, menyiratkan bahwa orang-orang dahulu melakukan puasa sunnah enam langsung pada hari kedua Syawal. Baru setelah itu mereka kembali merayakannya dengan acara yang biasanya lebih meriah dibandingkan pada Hari Raya Idul Fitri.

Dahulu, di Sumatera Barat dan Riau Daratan dikenal adanya Hari Rayo Onam, di masyarakat Jawa dikenal dengan Lebaran Ketupat, masyarakat Sasak-Lombok dengan Lebaran Topat, masyarakat Madura mengenalnya sebagai Terater, dan tradisi serupa di berbagai daerah lainnya di Nusantara. Namun tradisi itu mulai pudar di berbagai daerah, karena bergesernya tradisi jamuan-jamuan sepanjang bulan Syawal yang dikenal menjadi halal bil halal untuk saling "berpesta" dengan berbagai komunitas, mulai dari silahturahim keluarga, reunian, dan bahkan terkait dengan jamuan bisnis.

Dengan demikian, mungkin kita kembali memikirkan makna Syawal sebagai bulan peningkatan (continuous improvement) setelah memperoleh kemenangan dengan melewati Ramadhan sebagai training akbar (great training) dalam mencapai derajat keimanan dan ketaqwaan, agar kita tidak terlena dalam berbagai pesta jamuan kemenangan, sehingga kita melewati puasa enam hari Syawal sebagai sarana peningkatan iman taqwa berkelanjutan di samping istiqomah dengan bacaan Al Quran  serta shalat malam kita.

Wallahua'lam bishowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun