Merza Gamal
Merza Gamal Konsultan

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Renungan Ramadhan (18): Motivasi Mudik antara Memperkuat Silahturahim dengan Ajang Pamer

9 April 2023   17:00 Diperbarui: 9 April 2023   17:05 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Renungan Ramadhan (18): Motivasi Mudik antara Memperkuat Silahturahim dengan Ajang Pamer
Image:  Motivasi Mudik Antara Memperkuat Silahturahim dengan Ajang Pamer (by Merza Gamal)

Mudik, yaitu pulang ke kampung halaman, bisa menjadi momen yang berarti untuk memperkuat silaturahim dengan keluarga dan orang-orang terdekat. Namun, motivasi seseorang untuk mudik bisa bervariasi tergantung pada individu masing-masing.

Bagi sebagian orang, mudik adalah kesempatan untuk berkumpul kembali dengan keluarga dan kerabat yang sudah lama tidak bertemu, dan untuk mempererat ikatan emosional antara satu sama lain. Hal ini tentunya sangat baik dan perlu dilakukan untuk menjaga hubungan yang erat dengan orang-orang terdekat.

Namun, sayangnya ada juga beberapa orang yang memandang mudik sebagai ajang pamer keberhasilan di rantau atau ajang untuk menunjukkan prestasi mereka di depan orang-orang di kampung halaman. Sikap seperti ini sebenarnya kurang tepat dan dapat merusak makna sebenarnya dari mudik, yang seharusnya dijadikan momen untuk saling bersilaturahim dan mempererat ikatan emosional antara keluarga dan kerabat.

Sebaiknya, kita dapat memahami bahwa mudik seharusnya menjadi momen untuk mempererat hubungan dengan keluarga dan kerabat, bukan untuk pamer atau menunjukkan prestasi di depan mereka. Kita bisa menghindari sikap pamer dan menjaga etika ketika mudik dengan memfokuskan perhatian pada tujuan utama, yaitu memperkuat ikatan emosional dan kebersamaan dengan keluarga dan kerabat di kampung halaman.

Untuk membangun mental agar mudik menjadi ajang memperkuat silaturahim dengan keluarga dan menghindari sikap saling pamer, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, antara lain:

  • Ingatkan diri sendiri tentang tujuan utama mudik, yaitu untuk memperkuat ikatan emosional dan kebersamaan dengan keluarga dan kerabat di kampung halaman. Fokuslah pada tujuan tersebut dan bukan pada hal-hal yang bersifat pamer atau menunjukkan prestasi.
  • Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Setiap orang memiliki perjalanan hidup dan pencapaian masing-masing. Jangan membandingkan pencapaian diri sendiri dengan pencapaian orang lain, terutama di hadapan keluarga dan kerabat. Jangan lupa bahwa mudik seharusnya menjadi momen untuk saling bersilaturahim dan bukan ajang untuk saling memamerkan prestasi.
  • Hindari berbicara tentang kekayaan atau prestasi secara berlebihan. Cobalah untuk menghindari topik-topik yang cenderung menonjolkan keberhasilan atau kekayaan, karena hal ini dapat memicu sikap pamer. Sebaliknya, fokuslah pada topik-topik yang dapat mempererat ikatan emosional dan kebersamaan, seperti mengenang kenangan bersama atau berbagi cerita keluarga.
  • Jaga etika dan sopan santun dalam berbicara dan bertindak. Ingatlah bahwa mudik adalah momen untuk memperkuat hubungan dengan keluarga dan kerabat, oleh karena itu penting untuk menjaga etika dan sopan santun. Hindari perilaku atau tutur kata yang tidak pantas atau dapat menyakiti perasaan orang lain.

Dengan membangun mental yang tepat dan menjaga etika serta sopan santun, kita dapat memaksimalkan manfaat dari mudik sebagai ajang untuk memperkuat silaturahim dengan keluarga dan kerabat di kampung halaman.

Ada yang akhirnya menghindari mudik saat lebaran karena merasa belum berhasil atau menghindarkan diri dari ajang pamer orang-orang saat mudik. Sikap seseorang yang menghindari mudik saat lebaran karena merasa belum berhasil atau ingin menghindari ajang pamer dapat disikapi dengan cara yang bijak. Berikut beberapa saran yang dapat diterapkan:

  • Evaluasi kembali alasan yang mendasari keputusan untuk menghindari mudik. Pertimbangkan kembali apakah alasan yang mendasari keputusan tersebut berasal dari pemikiran yang positif atau negatif. Jika alasan tersebut berasal dari pemikiran yang negatif, cobalah untuk memperbaiki pemikiran tersebut agar tidak mengganggu mental dan emosi.
  • Jangan merasa minder atau kurang sukses dibandingkan orang lain. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup dan pencapaian yang berbeda-beda. Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, karena hal ini hanya akan membuat kita merasa minder atau tidak sukses. Fokuslah pada pencapaian diri sendiri dan hal-hal yang dapat membuat kita merasa bersyukur.
  • Jadikan momen ini sebagai kesempatan untuk berrefleksi dan memperbaiki diri. Jangan menghindari momen mudik hanya karena merasa belum berhasil. Sebaliknya, jadikan momen ini sebagai kesempatan untuk berrefleksi dan memperbaiki diri agar dapat meraih tujuan dan kesuksesan di masa depan.
  • Bicarakan dengan orang-orang terdekat. Jika merasa kesulitan mengatasi pemikiran negatif atau rasa minder, bicaralah dengan orang-orang terdekat seperti keluarga atau sahabat. Mereka dapat memberikan dukungan dan motivasi untuk mengatasi perasaan tersebut.

Dengan mengubah pemikiran negatif menjadi positif, jangan membandingkan diri dengan orang lain, jadikan momen mudik sebagai kesempatan untuk berefleksi dan memperbaiki diri, serta berbicara dengan orang-orang terdekat, kita dapat menghadapi situasi ini dengan lebih baik dan tetap menjaga ikatan silaturahmi dengan keluarga tanpa merasa tidak nyaman.

Bagi orang yang suka pamer bahkan sampai berhutang untuk melihatkan kesuksesan semu, mungkin Anda dapat mempertimbangkan kembali hal-hal berikut:

  • Pertimbangkan ulang motivasi pamer. Coba pertimbangkan ulang motivasi Anda untuk pamer. Apakah hal ini dilakukan karena Anda ingin memperoleh perhatian, pengakuan, atau kepuasan diri? Jika demikian, pertimbangkan cara-cara lain untuk mencapai tujuan tersebut tanpa harus pamer atau merugikan diri sendiri.
  • Hindari berhutang untuk pamer. Berhutang untuk pamer adalah tindakan yang tidak bijak dan merugikan diri sendiri. Ingatlah bahwa pamer hanya memberikan kepuasan sesaat, sedangkan hutang dapat memberikan beban finansial yang berkepanjangan.
  • Fokus pada pencapaian yang sebenarnya. Alihkan fokus Anda pada pencapaian sebenarnya yang dihasilkan dari kerja keras dan usaha yang konsisten. Jangan terjebak dalam kesuksesan semu yang hanya didasarkan pada tampilan atau kesan luar.
  • Jaga etika dan sopan santun. Ingatlah bahwa pamer dapat menyakiti perasaan orang lain dan merusak hubungan baik dengan mereka. Jaga etika dan sopan santun dalam berbicara dan bertindak, serta hindari perilaku yang tidak pantas.
  • Berlatih rasa syukur. Cobalah untuk lebih memperhatikan hal-hal yang positif dalam hidup dan berlatih rasa syukur atas apa yang telah diperoleh. Dengan berlatih rasa syukur, Anda dapat lebih menghargai pencapaian sebenarnya dan tidak terjebak dalam sikap pamer.

Pamer dapat memberikan kepuasan sesaat, namun pada akhirnya hanya akan merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Dengan mempertimbangkan motivasi pamer, menghindari berhutang untuk pamer, fokus pada pencapaian sebenarnya, menjaga etika dan sopan santun, serta berlatih rasa syukur, kita dapat meningkatkan kualitas hidup kita dan memperkuat hubungan dengan orang-orang di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun