Merza Gamal
Merza Gamal Konsultan

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Tradisi Mahanta Pabukoan Masyarakat Minangkabau dan Melayu Riau Masa Kini

20 Maret 2024   15:17 Diperbarui: 20 Maret 2024   15:37 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Mahanta Pabukoan Masyarakat Minangkabau dan Melayu Riau Masa Kini
Sumber gambar: Koleksi Merza Gamal

Di tengah gejolak zaman yang terus berubah, terdapat suatu tradisi yang tetap mengakar kuat dalam masyarakat Minangkabau dan Melayu Riau, yaitu tradisi Mahanta Pabukoan. Meskipun telah merantau ke berbagai tempat, masyarakat kedua budaya tersebut tetap memelihara tradisi berharga ini sebagai ungkapan kasih sayang dan kebersamaan di bulan suci Ramadan.

Tradisi Mahanta Pabukoan berasal dari kata "mahanta" yang artinya mengantar, dan "pabukoan" yang berarti berbuka. Tradisi ini merupakan ritual di bulan Ramadan di mana masyarakat Minangkabau dan Melayu Riau menghantarkan makanan untuk berbuka puasa kepada keluarga dan kerabat.

Makna dalam tradisi ini bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga sebagai bentuk solidaritas sosial dan kebersamaan yang mendalam.

Tradisi Mahanta Pabukoan merupakan salah satu tradisi yang kaya makna dan sarat dengan nilai-nilai sosial dalam budaya Minangkabau dan Riau. Tradisi ini bukan sekadar tentang mengantarkan makanan untuk berbuka puasa, tetapi juga menjadi simbol solidaritas sosial dan saling berbagi di bulan suci Ramadan. Di samping itu, tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat tali persaudaraan antara keluarga dan kerabat.

Meskipun zaman terus berubah, tradisi Mahanta Pabukoan masih tetap dilestarikan dengan baik di beberapa kabupaten di Sumatera Barat dan Riau. Di Sumatera Barat, tradisi Mahanta Pabukoan masih aktif dijalankan di Kabupaten Tanah Datar, Agam, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, dan Kota Padang. Sementara itu, di provinsi Riau, yang masih aktif menjalankan tradisi ini adalah Kota Pekanbaru, selain juga di Kabupaten Kuantan Singingi, Siak, dan Kampar.

Tentunya, tidak menutup kemungkinan bahwa tradisi ini juga masih dilakukan di daerah-daerah lain yang tidak tercantum di atas. Mahanta Pabukoan merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya Indonesia.

Pelaksanaan Tradisi Mahanta Pabukoan dilakukan pada sore hari menjelang waktu berbuka puasa. Para ibu-ibu dan anak perempuan memasak berbagai hidangan khas Ramadan dengan penuh keceriaan. Hidangan-hidangan seperti ketupat, lemang, rendang, dan berbagai jenis kue kering disiapkan dengan penuh kasih sayang. Kemudian, hidangan tersebut disusun rapi dalam tampah atau baskom yang dilapisi dengan "taruang", sejenis piring anyaman khas Minangkabau dan Riau.

Setelah hidangan selesai dimasak dan disusun, para wanita tersebut kemudian mengantarkan hidangan tersebut ke rumah keluarga dan kerabat yang tinggal di sekitar. Mereka membawa hidangan dengan penuh kehangatan dan saling memberi salam serta doa kepada keluarga yang menerima hantaran tersebut.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Tradisi Mahanta Pabukoan bukan sekadar pembagian makanan, tetapi juga merupakan ajang untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Meskipun masyarakat telah merantau ke berbagai tempat, tradisi ini tetap dijalankan sebagai simbol kebersamaan dan kecintaan terhadap keluarga.

Pengiriman makanan atau hadiah menjadi sarana untuk menjaga dan mempererat ikatan antar anggota keluarga, baik yang masih tinggal di kampung halaman maupun yang sudah menetap di rantau.

Meskipun tradisi Mahanta Pabukoan membutuhkan biaya dan waktu, banyak masyarakat yang melihatnya sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang terhadap keluarga. Meskipun demikian, pandangan tentang apakah tradisi ini merupakan pemborosan atau tidak dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang individu atau kelompok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun