Tuangkan apa yang ada di dalam pikiranmu, Karena itu adalah mutiara yang indah untuk dinikmati yang lain bila dituangkan, Tetapi bila dipendam hanya untuk diri sendiri
Puasa Membentuk Mental dan Jiwa Sosial
Kebutuhan pokok manusia adalah makan minum untuk menopang kehidupan. Bila makan minum tercapai kehidupan manusia akan berlanjut. Â Sehingga kebutuhan dasar manusia merupakan menempati maqasid hajjiyah kebutuhan dasar untuk dapat terpenuhi dengan mutlak, sebab bila terganggu akan berdampak sistemik dalam perjalanan kehidupan. Konflik dan persaingan meraihnya akan berjalan dengan keras. Bahkan rela berkorban demi mempertahankan aset ekonomi utama.
Sementara dimensi rohani, manusia dikenal sebagai makhluk yang mempunyai visi Rokhaniyah yang harus terus dijaga agar tidak ternodai oleh perilaku yang menyimpang. Tidak hanya jasmani, sisi rohani manusia yang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi agar mereka juga bisa menikmati kebahagiaan spiritualitas. Dimensi iman yang menghunjam dalam sanubari.
Kenikmatan rohani dapat diperoleh manusia dengan cara membersihkan jiwa dari perbuatan keji dan mungkar, sehingga jiwa nya akan terang.
Jiwa yang suci menimbulkan spektrum cakrawala spiritual yang mendalam. Ibadah puasa melatih jiwa rela berkorban dengan merelakan kebutuhan makan minum dikendalikan dan dilaksanakan pada waktu yang ditentukan menjadikan jasmani dan rohani makin peka terhadap perasaan dan kondisi sosial yang ada, membangun sikap peduli empati dan solidaritas.
Puasa adalah karakteristik moral dan spiritual Islam yang unik. Secara harafiah, arti puasa adalah berpantang sepenuhnya dari makanan, minuman, hingga nafsu, mulai sebelum fajar hingga matahari terbenam.
Kita ingin ibadah puasa ini tidak hanya terhenti sebatas ritual tahunan untuk mendapatkan pahala dan ampunan dosa dari Tuhan, melainkan juga sebagai momentum perbaikan mental, spiritual, moral dan perilaku sosial guna perbaikan kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan puasa dengan kualitas yang demikian itu diperlukan pandangan yang positif terhadap ibadah puasa yang dikerjakan setiap orang.
Dari analisis psikologis, filosofis, dan normatif puasa dapat dilihat dalam beberapa perspektif sebagai berikut. Puasa dianggap rahmat atau anugerah, karena puasa walaupun secara lahiriyah seperti sebuah penyiksaan fisik, namun secara ruhani dan sosial, puasa dapat mengurangi dan menghapuskan dosa, mendekatkan diri kepada Tuhan, menyehatkan tubuh, menumbuhkan sikap simpati dan empati, menumbuhkan akhlak mulia, mengendalikan hawa nafsu, menimbulkan kebahagiaan batin. (Abudin Nata, 2023).
Tumbuh jiwa sosial dalam meraih cita masyarakat utama. Wahbah al-Zuhaili menyatakan, bahwa ibadah puasa adalah merupakan proses pembentukan akhlak mulia.
ibadah puasa merupakan bentuk ketaatan kepada Allah, orang mukmin yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, karena langsung dari Allah, kemuliaan Allah amat luas, mencapai keridlaan-Nya, berhak masuk syurga al-Rayyan, dijauhkan dirinya dari siksa Allah yang disebabkan perbuatan dosanya masa lalu, puasa merupakan penghapus dosa dari satu tahun ke tahun lain, dan dengan keta'atan ini menyebabkan orang mukmin selalu mengikuti perintah yang digariskan Allah dan mendorongnya menjadi orang yang bertaqa yang senantiasa mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana dimaksud dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) ayat 183).
Hubungan puasa dengan ibadah yang lain shalat, zakat. Sedangkan tanggung jawab puasa di hadapan manusia terkait erat dengan keharusan menunjukkan sikap bertaqwa yang ciri-cirinya:senantiasa menginfaqan sebagian hartanya baik dalam keadaan susah maupun bahagia, mengendalikan amarah, suka mema'afkan kesalahan orang lain, memiliki sikap simpati dan empati terhadap kaum dhu'afa. (Q.S. Ali Imran, 3:133-134)