𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Guru

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Suasana Ramadhan ketika Teknologi Masih dalam Rahim Sang Waktu

31 Maret 2023   17:46 Diperbarui: 31 Maret 2023   19:43 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Ramadhan ketika Teknologi Masih dalam Rahim Sang Waktu
Dokumentasi Pribadi

Menu berbuka saat itu sangat bersahaja. Tidak ada yang istimewa. Paling banter hanya kolak atau bubur. Kalaupun ada buah-buahan, hanya terbatas pada buah pepaya, mangga, pisang, atau jambu.

Menjelang sore, secara beramai-ramai kita mengumpulkan jerami, dedaunan, atau kotoran sapi yang telah mengering. Semuanya ditumpuk dan dibakar bersama ubi atau jagung untuk berbuka.

Tidak ada aktivitas berburu takjil ke pusat kuliner seperti saat ini. Berburu takjil itu ya mancing, menangkap belut, memanjat pohon mangga, jambu, ceremai, jowet. Dulu pepohonan itu tumbuh di pematang sawah untuk mencegah longsornya pematang. Kadang-kadang juga ditanam sebagai pembatas kampung atau di kebun-kebun warga. 

Sensasinya adalah ketika ketahuan pemilik yang kikir. Kita akan berhamburan lari tunggang langgang karena mengambil miliknya tanpa izin. Nyolong. Kalau ketemu pemilik yang lapang hati, paling-paling disuruh memilih buah yang sudah ranum.

Momentum tidak kalah lucunya kalau ibu sudah belanja ke pasar dan membeli penganan atau jajan untuk berbuka. Kita akan memilih yang terbaik dan menyimpan di lemari. Kadang-kadang makanan itu dibawa tidur. Atau sebentar-sebentar makanan itu ditengok untuk memastikan apakah masih ada atau tidak, diraba-raba lalu dicium-cium. 

Saat kekuatan menahan dahaga makin berkurang, kita punya akal bulus. Caranya berendam di kolam dan kumur-kumur. Sedikit air menerobos tenggorokan. Siapa yang tahu?

Menjelang Maghrib para ibu menyiapkan makanan. Saat waktu berbuka tiba semua anggota keluarga kumpul mengitari makanan berbuka. Makanan digelar di atas tikar pandan.

Semua orang tidak sabar. Aroma masakan ibu makin menggoyahkan pertahanan dari rasa lapar. 

Dalam siraman cahaya lampu teplok, kita berbuka dengan lahap. Saat berbuka kita berebut makanan dengan adik atau kakak. Di sinilah ibu hadir menjadi penengah.

Usai berbuka para laki-laki biasanya menuju teras sambil menyeruput kopi dan menghirup dalam-dalam asap rokok lintingan.

Saat adzan isya berkumandang atau bedug digebuk, semua orang menuju masjid, langgar, atau musholla. Anak-anak, remaja, orang tua berbondong-bondong untuk shalat tarawih. Sama dengan saat ini. Yang membedakan hanya penerangnya. Jika sekarang masjid dan langgar benderang dengan cahaya lampu listrik, saat itu diterangi lampu petromax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun