Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.
Idulfitri: Menang atas Apa?
Merasa menang itu adalah dosa
Kita belum benar-benar dianggap sebagai pemenang kok bisa-bisanya mengklaim kemenangan itu tahunya dari mana? Ilmu cenayang, kebatinan, atau apa?
Ibaratnya begini, klub sepak bola atau atlet Olimpiade dinyatakan menang itu berdasarkan atas penilaian wasit atau juri, bukan klaim sepihak, kalo atas klaim sepihak, itu belum bisa dibilang benar-benar sebagai pemenang.
Kalo menurut saya, cuma Allah yang boleh menetapkan apakah kita menjadi pemenang atau tidak, bukan manusia sendiri.
Takutnya, kalo kita mengklaim diri dan merasa menjadi orang yang nol dosa dan full pahala malah dianggap sombong di sisi-Nya dan dampaknya adalah amal ibadah kita di-cancel.
Amal ibadah kita selama sebulan penuh saja belum tentu bisa diterima di sisi-Nya karena bisa menjadi ada kerak riya, apalagi kalo merasa menjadi pemenang karena bisa melawan nafsu dan amalannya diterima, padahal kita sendiri terjebak dalam nafsu kesombongan.
Siapa tahu, kita tahu-tahu dianggap kalah melawan hawa nafsu begitu mendekati lebaran bukannya memperbanyak ibadah malah memperbanyak belanja baju baru lebaran.
Bisa jadi amal ibadah kita yang sudah ditabung selama sebulan Ramadan rungkad dalam sehari gara-gara lisan tidak pernah berhenti tanya hal privasi dan mengabaikan kesehatan mental, misal "Kapan nikah?", "Kapan punya anak (lagi)?", "Kapan lulus kuliah?", dan "Kok gendutan/kurusan?"
Merasa diri menjadi pemenang berarti mendahului keputusan Allah dan itu tergolong dalam dosa besar, naudzubillah...
Bersihkan kerak kesombongan
Ramadan sudah berlalu, tapi spiritnya harus tetap dijaga di luar bulan suci itu, termasuk tentang tetap rendah hati dan tidak flexing atau klaim kemenangan yang belum tentu kita menjadi pemenang betulan.