Profesi sebagai guru telah dijalani dua puluh tahun yang lalu. Bangga menjadi guru.Hobby menulis, banyak kata-kata yang tak mampu dilengakapi oleh kalimat yang keluar melalui bibir. Maka, menulis adalah cara aku berbicara dengan lantang. Hidup seperti awan diatas langit yang terombang-ambing oleh angin lalu dihempaskan ke bumi dalam bentuk hujan. Dan ingin menjadi air hujan yang menuduhkan hati yang gundah dengan suaranya, menyuburkan tanaman dengan air yang bermanfat, mengalirkan sungai dan membasahi tanah yang tandus.
Arogansi di Bulan Suci
'Semut tersebut mati!' Orang suci sengaja menjawab bahwa semut itu mati karena ia tahu bahwa jika ia menjawab hidup, maka ia akan menggenggam erat semut itu dan membunuhnya.
Raja pun merasa sangat puas bahwa arogannya terpenuhi. 'Aku tidak suka menukar sebuah nyawa dengan pengakuan, dan engkau mengetahui sebenarnya' bisik orang suci dengan halus. Namun bagi sang raja kata-katanya bagaikan cambuk yang telah melukai hati dan harga dirinya sekaligus membuat ia merasa sangat bersalah.
Sang rajapun jatuh sakit setiap kali melihat semut. Dan sakitnya bertambah parah. Kembali orang suci dipanggil untuk menyembuhkan sang raja. Obatnya hanya satu, 'kejujuran'.
Pembaca yang budiman apa korelasi arogan dengan kejujuran ? Sikap arogan membuat hati rusak dan menggunakan berbagai cara meskipun kecurangan untuk memenuhi hasratnya termasuk kebohongan.
Di bulan suci, yang penuh rahmat Allah S.W.T , mengapa kita harus memelihara sifat arogansi ?
Dua sahabat yang saling tak tegur sapa, karena salah satunya menunjukkan sikap arogan yang jelas. Hanya karena ingin sebuah pengakuan.
'Dan janganlah kamu memalingka wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri' (q.s Luqman .18)
Hari ke tiga belas
Aghoesthine, dalam renungan.