Muhammad Rafly
Muhammad Rafly Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hadis IAIN Kudus

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Saleh Ritual dan Saleh Sosial

24 April 2024   08:02 Diperbarui: 24 April 2024   08:05 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saleh Ritual dan Saleh Sosial
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Dalam Islam, kita mengenal ada dua bentuk model kesalehan yaitu saleh ritual dan juga saleh sosial. Keduanya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari jati diri seorang Muslim. Meskipun, pada masa sekarang ini banyak kita temui orang yang kelihatan saleh secara ritual tapi ternyata tidak saleh secara sosial.

Sebelum membahas lebih lanjut hubungan keduanya dengan jati diri seorang Muslim. Kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan saleh ritual dan juga saleh sosial.

Saleh ritual adalah bentuk penghambaan seorang Muslim pada Allah dengan mementingkan aspek ritual, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji. Saleh ritual juga dapat disebut sebagai salih pribadi karena hanya mementingkan ibadah yang berhubungan dengan dirinya dan juga Allah. Secara singkat, saleh ritual adalah manifestasi seorang Muslim terhadap hablum minallah.

Sementara saleh sosial mengarah pada kepekaan seseorang terhadap nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Entah itu saling tolong menolong antar sesama, bersikap sopan santun pada orang lain, dan lain sebagainya. Maka kesalehan sosial adalah bentuk penghambaan kita pada Allah yang tidak ditandai hanya dengan sholat, puasa, haji, dan ibadah yang sifatnya pribadi lainnya tapi ditandai dengan bagaimana seorang Muslim dapat berkontribusi positif pada orang di sekitarnya dan bagaimana seorang Muslim dapat concern terhadap problem-problem yang timbul pada ummat.

Dalam Islam, dua model kesalehan ini merupakan suatu hal yang tidak bisa ditawar. Seseorang yang saleh secara ritual harus lah juga saleh secara sosial. Karena pada hakikatnya kesalehan ritual seorang Muslim tidak hanya bertujuan untuk mendekatkan dirinya pada Allah tapi juga untuk membangun karakter islami pada dirinya yang nanti diharapkan dapat berkontribusi positif pada komunitas di sekitarnya.

Kembali lagi pada pembahasan awal, pada banyak kesempatan pada saat sekarang ini, kita menemukan orang yang terlihat saleh secara ritual tapi tidak saleh secara sosial atau bahkan sebaliknya. Ini merupakan hal aneh yang tidak masuk pada logika seorang Muslim.

Bagaimana mungkin seorang Muslim yang memaknai dan meresapi ritual kultus ibadahnya pada Allah tapi semua hal itu tidak memiliki dampak pada sisi sosial dirinya. Islam model sejenis ini merupakan Islam yang tidak sempurna, karena karakter Islam seseorang sebenarnya tidak hanya diukur dari seberapa intens ibadahnya pada Allah (hablum minallah) tapi juga dari seberapa besar kontribusi yang dapat dia berikan pada orang-orang di sekitarnya (hablum minannas)

Diriwayatkan dalam salah satu hadis, bahwa suatu ketika Rasulullah mendengar ada seorang yang rajin shalat pada malam hari dan rajin pula berpuasa pada siang hari, tetapi dirinya tidak dapat menahan mulutnya untuk tidak menyakiti tetangganya. Apa respon Rasulullah ketika mendengar kabar tersebut, "Ia di neraka" hadis ini menunjukkan pada kita bahwa kesalehan ritual seseorang tidak lah cukup untuk mengantarkannya pada ridla dan surga Allah, tapi juga harus dibarengi dengan kesalehan secara ritual.

Sementara itu, kita juga sering kali menemui seseorang yang saleh secara sosial tapi tidak saleh secara ritual. Ini bahkan kasus yang lebih aneh daripada yang pertama tadi, tapi lebih sering kita temui. Seorang Muslim yang senang sekali menolong terhadap sesamanya, yang santun pada orang sekitarnya, yang concern terhadap masalah-masalah yang terjadi pada komunitasnya dia sangat memperhatikan masalah hablum minannaas tapi melupakan hablum minallah.

Meminjam perkataan Habib Ja'far Al-Haddar, seseorang yang lebih fokus memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia tanpa memikirkan hubungannya dengan Allah adalah orang yang tidak punya tata krama pada Allah. Bagaimana mungkin seseorang berbuat baik pada makhluk ciptaan tapi berbuat seenaknya pada sang pencipta. Jika mereka alasan karena orang yang aku bantu pernah berbuat baik kepadaku, orang yang aku tolong pernah memberiku barang yang berharga. Sekarang kita balik, apa Allah tidak pernah berbuat baik kepadamu? Apa Allah tidak setiap saat memberimu nafas, detak jantung, dan denyut keimanan yang pasti lebih berharga dari pemberian orang yang kau berbuat baik padanya? Maka jelaslah, bahwa orang yang salih secara sosial tapi tidak salih secara ritual merupakan jenis orang yang keislamannya masih lah belum sempurna.

wallahu a'lam bisshowab.

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun