Saya seorang guru yang hobi berbagi ilmu dan pengalaman, senang menerima tantangan dan mau menerima perubahan ke arah yang lebih baik.
Bagaimana Seharusnya Produktivitas Kaum Muslimin di Bulan Ramadhan
pahala dilipatgandakan terutama saat beribadah pada malam qodar nilainya lebih baik dari pada seribu bulan. Bagi seorang pebisnis bergembira karena omset penjualan biasanya meningkat drastis karena permintaan pasar sangat tinggi. Lain lagi halnya bagi para karyawan, mereka bergembira karena selain jam kerja mereka berkurang juga bergembira karena akan ada THR atau Tunjangan Hari Raya serta bonus lainnya.
Ummat Islam sangat berbahagia saat datangnya bulan suci Ramadhan. Bagi mereka yang mempunyai keimanan yang kuat bergembira karena memahami keutamaan beribadah di bulan Ramadhan,Namun di sisi lain seharusnya bulan Ramadhan memotivasi kaum muslimin semakin giat beraktivitas karena ganjaran pahala yang berlipat ganda, baik aktivitas religi maupun aktivitas kerja. Fenomena yang terjadi di lapangan justru produktivitas sebagian umat Islam menurun. Semuanya beralasan karena sedang menjalankan ibadah puasa sehingga badan terasa lemas tak bergairah. Banyak diantara kaum muslimin menjadikan alasan bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.
"Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do'anya adalah do'a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan."
Memang segala aktivitas kita akan menjadi ibadah jika diniatkan ibadah. Namun terkadang kebablasan dalam memahami suatu hadits sehingga aktivitas tidurnya lebih banyak dari pada aktivitas yang bermanfaat. Padahal derajat hadits ini juga lemah atau dho'if, sebab perawi hadits ini adalah 'Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Dalam hadits ini terdapat Ma'ruf bin Hasan dan dia adalah perawi yang dho'if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin 'Amr yang lebih dho'if dari Ma'ruf bin Hasan. Dalam riwayat lain, perawinya adalah 'Abdullah bin 'Amr. Haditsnya dibawakan oleh Al 'Iraqi dalam Takhrijul Ihya' dengan sanad hadits yang dho'if (lemah).
Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kebiasaan para ulama terdahulu yang selalu produktif dalam menjalankan aktivitasnya saat bulan Ramadhan. Seperti Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi, pengarang kitab Riyadh Ash-Shalihin yang menyelesaikan penyusunan kitabnya saat Ramadhan. Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam mensyarahi kitab Asy-Syamail An-Nabawiyah karya Abu Isa Muhammad bin Saurah At-Tirmidzi, atau yang lebih kita kenal dengan Imam Tirmidzi dilalukan saat bulan Ramadhan.
Rabi' bin Sulaiman salah satu murid Imam Syafi'i menceritakan, "Setiap datang bulan Ramadhan, Imam Syafi'i menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur'an. Biasanya Imam Syafi'i mengkhatamkan Al-Qur'an satu kali dalam satu malam, tapi khusus bulan Ramadhan Imam Syafi'i mengkhatamkan Al-Qur'an setiap hari satu kali di siang hari dan satu kali di malam hari. Suaranya sangat merdu. Tak heran, saat suaranya terdengar orang banyak, mereka sampai menangis keras." Artinya saat bulan Ramadhan Imam Syafi'i mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak 60 kali.
Rabi' bin Sulaiman juga sering menginap di rumah gurunya itu mengatakan, "Aku melihat Imam Syafi'i di rumahnya sangat sedikit tidur di malam hari."
Aswad bin Yazid an-Nakha'i al-Kufi mampu mengkhatamkan al-Qur`an dalam bulan Ramadhan setiap dua hari. Ia tidur hanya di waktu antara maghrib dan isya'. Sedangkan di luar Ramadhan, Aswad mengkhatamkan al-Qur`an dalam waktu enam hari.
Ada pula Qatadah bin Di'amah seorang tabi'in. Dalam hari-hari "biasa", beliau mengkhatamkan al-Qur`an sekali tiap pekan. Tetapi tatkala Ramadhan, ia mengkhatamkan Kitabullah sekali dalam tiga hari. Apabila datang sepuluh hari terakhir, beliau mengkhatamkannya sekali dalam semalam.
Tabi'in lain yang layak jadi rujukan adalah Abu al-Abbas Atha'. Subhanallah, di hari-hari biasa ia mengkhatamkan al-Qur`an sekali dalam sehari. Ketika bulan Ramadhan, Abu al-Abbas mampu mengkhatamkan tiga kali dalam sehari.
Ada pula Said bin Jubair. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu saat tabi'in ini membaca al-Qur`an di al-Haram pada bulan Ramadhan. Lalu beliau berkata kepada Wiqa' bin Abi Iyas, "Pegangkan Mushaf ini." Ia tidak pernah beranjak dari tempat duduknya itu, kecuali setelah mengkhatamkan al-Qur`an.