Sebel dengan Sosok Pelit, Disyukuri Saja!
Belum lagi problematika suami istri. Saya membayangkan Heny berada dalam lorong sunyi. Tuhan Maha Adil, ketiga putrinya mampu berikan cahaya kepada sang ibu. Putri pertamanya selalu support Heny untuk terus bangkit dan tidak menyerah demi ketiga buah hatinya. Suara Heny pelan saat ucapkan, "Anak-anakku sudah muak dengan perilaku ayahnya. Pernah aku gak kuat dan bersiap gugat cerai."
Dampak psikologis atas tindakan cuek, tidak peka, atau pelit yang melekat pada diri Yudi membawa keempat wanitanya tersungkur pilu. Menganggap figur ayah hanya seonggok daging tanpa perasaan. Punya hati tapi sebatas hiasan atau pelengkap organ tubuh.
Kalimat yang terus terucap dari mulut Heny, "Dia memang pelit. Dia tidak pahami kebutuhan, punya uang tapi tidak disalurkan ke anak dan istrinya. Uang disimpan untuk dirinya sendiri, sedangkan aku kewalahan mencari pendanaan keluarga". Hingga urusan ranjang, Heny sudah 'tutup mata'.
Tak terasa bendungan air matanya tumpah. Heny masih antusias bercerita. Sambil tarik napas dalam, lanjutkan kisahnya. Hingga akhir tahun 2023 suatu saat perusahaan Yudi menginstruksikan pengumpulan ijazah para pegawainya. Dalam hitungan hari sudah harus terkumpul, demikian informasi dari pihak HRD. Tiba di rumah bergegaslah Yudi membuka lemari tumpukan dokumen penting.
Alangkah terkejutnya dia, ijazah, sertifikat rumah, buku nikah, dan BPKP motor lenyap dimakan rayap. Binatang kecil itu masih berbaik hati dengan tinggalkan logo garuda saja. Nihil. Tumpukan kertas formal dilengkapi pengesahan para pejabat sirna. Yudi pucat pasi. Gemetar dan keluar keringat dingin. Dua malam tidak bisa tidur nyenyak.
Saya semakin penasaran episode selanjutnya dari kisah pilu sepupu saya itu. Lagi-lagi Heny hela napas sambil bertanya kepada saya, "Mbak sampeyan tahu? Di lemari itu berkas-berkasku letaknya bersebelahan dengan berkasnya. Buku nikah, ijazah, BPKP motorku, semua atas namaku. Masih utuh dan lengkap tanpa sentuhan rayap. Tapi kenapa yang dimakan rayap hanya dokumen atas nama Yudi?" Spontan saya menjawab "Azab."
Satu sisi Heny masih dalam keheranannya. Sisi lainnya sangat bersyukur, inilah kuasa Allah atas doa-doa setiap qiyamul lail yang dipanjatkan ke langit. Ratusan malam dibalas sekejap oleh Allah dengan perantara rayap. Semut putih atau sering juga disebut dengan anai-anai dikenal dengan serangga rumahan. Salah satu hama selain tikus tersebut, mampu menjawab untaian doa seorang wanita yang senantiasa didzolimi.
Pascakejadian rayap, Yudi mulai tersadar. Kepekaan merespon keluarga tampaknya sudah muncul. Problematika sosok pelit, perlahan memudar. Sudah bersedia luangkan waktu tuk urus semua berkas-berkas bersama istrinya. Menyapa terlebih dulu dengan anaknya. Dulu boro-boro tanya kabar, sejenak duduk bersama ketiga anaknya sekadar temani makan atau bermain pun tidak pernah dilakukan.
Dari kisah Heny saya belajar banyak hal. Utamanya bersyukur.
Pertama, bersyukur diberikan kesehatan. Mobilitas seorang ibu begitu carut marut. Singkatnya, di dalam maupun luar rumah ibu menaklukan waktu untuk terus produktif. Baik untuk kepentinga pribadi maupun anak-anaknya.
Keseimbangan hidup terasa ringan seandainya kesehatan selalu dijaga. Sehat itu mahal. Sehat bukan hanya sebatas badan, tetapi kesehatan mental juga perlu ditata. Seandainya kesehatan mental Heny terganggu, sudah sejak dulu dia benar-benar layangkan gugatan ceria. Atau bahkan bunuh diri sebab saking tidak tahannya melihat tingkah polah suami berkarakter pelit.