Dulu Kentungan, Sekarang Pelantang: Cara Bangunkan Sahur
"Tasahharu fainna fi al-sahuri barakah." Bersahurlah, sesungguhnya dalam sahur itu ada keberkahan. (H. R. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).
Indonesia kaya dengan tradisi. Hampir setiap peristiwa selalu diiringi dan dibalut dengan tradisi.
Dan setiap daerah di antero tanah air memiiki tradisi yang berbeda-beda. Termasuk yang berkaitan dengan peristiwa keagamaan.
Dalam momen puasa Ramadan pun tak luput dari balutan tradisi. Dari cara menyambut bulan suci Ramadan, berbuka puasa, tradisi sahur, dan lain-lain.
Dalam tradisi sahur, misalnya. Ada beragam tradisi untuk membangunkan orang bersahur.
Dulu ketika saya masih kanak-kanak ada tradisi yang menarik dan unik dilakukan oleh masyarakat untuk membangunkan orang bersahur. Anak-anak dan remaja biasanya dengan inisiatif dan kreatif membangunkan orang untuk sahur.
Anak-anak dan remaja ini berkeliling kampung door to door sambil menabuh kentungan untuk membangunkan orang bersahur.
Itu dulu. Entah sekatang. Apakah ttadisi semacam itu dengan menabuh kentungan untuk membangunkan sahur masih tetap dilakukan atau malah sudah ditinggalkan di berbagai daerah di Indonesia.
Namun melihat realitas yang ada, tampaknya tradisi itu sudah mulai tergusur oleh kemajuan teknologi berupa pelantang atau alat pemgeras suara (populer disebut toa) yang ada di setiap masjid .
Realitas ini terjadi juga di masjid dekat rumah saya. Pelantang atau pengeras suara ini benar-benar difungsikan saban hari dari hari pertama puasa Ramadan sampai sekarang dalam rangka membangunkan masyarakat sekitar masjid itu untuk bersahur.