Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Full Time Blogger

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Begibung dan Merenten, Berbagi Berkah Ramadan ala Sasak Lombok

17 Maret 2025   18:34 Diperbarui: 18 Maret 2025   15:15 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begibung dan Merenten, Berbagi Berkah Ramadan ala Sasak Lombok
Pelecing Kangkung, menu wajib dan sederhana setiap berbuka puasa, juga bisa sebagai menu Merenten. Dokpri

Teluk Dalem, Lombok Utara. Tampaknya saya masih dinaungi payung Dewi Fortuna. Hampir 10 buku yang ditulis Kang Maman Suherman, menambah lengkap koleksi buku pribadi saya.

Di ramadan ini, bertambah dengan satu judul baru, 'Dan janda itu ibuku..'. Buku yang diterbitkan Grasindo Jakarta dan cetak pertama di November tahun lalu. 

Namun tulisan ini tak khusus tentang ulasan pembuka saya di atas. Yang hendak saya kutip, apa yang dilakukan Kang Maman dan mendapat dukungan penuh jasa kurir JNE, bentuk lain dari berbagi keberkahan. Juga karena di paket giveaway ini pula, disertakan satu sarung batik halus dari Pekalongan.

Ibarat kata, satu buku baru dapat, sarung hari raya Iedul Fitri pun juga dapat. Alhamdulillah.

Kembali ke ramadan, bagi saya yang lahir dan besar di Lombok, berbagi bukan hanya tradisi tetapi juga bagian dari filosofi hidup Suku Sasak. Kami percaya bahwa keberkahan sejati datang dari memberi, bukan hanya menerima.

Sejak kecil, saya diajarkan oleh orang tua bahwa hidup harus seperti "begibung" -- sebuah konsep kebersamaan dalam berbagi makanan dan kebahagiaan.

Buku baru dan sarung batik halus Pekalongan, rezeki GA saya di bulan ramadan nan berkah ini. Dokpri
Buku baru dan sarung batik halus Pekalongan, rezeki GA saya di bulan ramadan nan berkah ini. Dokpri

Pertama, Filosofi Begibung: Makan Bersama, Hati Bersatu

Dalam budaya Sasak, begibung adalah tradisi makan bersama dalam satu wadah besar. Ini bukan sekadar cara menikmati makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan kesetaraan. Di bulan Ramadan, tradisi ini semakin terasa maknanya.

Saya masih ingat bagaimana setiap sore, kami menyiapkan hidangan berbuka tidak hanya untuk keluarga, tetapi juga untuk tetangga dan orang-orang yang datang ke masjid.

Saat berbuka, kami duduk melingkar, berbagi makanan yang ada tanpa melihat status atau latar belakang. Filosofi ini mengajarkan saya bahwa berbagi bukan tentang seberapa banyak yang kita punya, tetapi tentang kebersamaan dan keikhlasan. Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang mengasah kepedulian terhadap sesama.

Kedua, Berbagi Rezeki dengan Semangat Gotong Royong

Suku Sasak memiliki nilai luhur yang disebut merenten (tolong-menolong). Ramadan menjadi momentum bagi kami untuk memperkuat nilai ini. Setiap tahun, saya dan keluarga selalu menyisihkan sebagian rezeki untuk diberikan kepada yang membutuhkan.

Di desa saya, ada tradisi mengumpulkan hasil panen atau makanan untuk dibagikan ke fakir miskin dan anak yatim. Tidak ada paksaan dalam memberi, semua dilakukan dengan hati yang tulus.

Saya pernah melihat seorang tetangga yang hanya memiliki sedikit beras, tetapi tetap menyisihkan sebagian untuk diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Dari situ, saya belajar bahwa berbagi tidak harus menunggu kaya, karena keberkahan datang dari keikhlasan.

Ketiga, Menjaga Silaturahmi sebagai Bentuk Berkah Ramadan

Bagi masyarakat Sasak, silaturahmi adalah bagian penting dari kehidupan. Ramadan menjadi waktu terbaik untuk mempererat hubungan dengan keluarga, tetangga, dan sahabat.

Saya selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kerabat yang jarang bertemu, membawa sedikit makanan sebagai tanda kasih sayang.

Urap bumbu kuning khas Lombok Utara, menu sederhana yang sering jadi hantaran 'merenten'. Dokpri
Urap bumbu kuning khas Lombok Utara, menu sederhana yang sering jadi hantaran 'merenten'. Dokpri

Di desa saya, ada tradisi saur sesama di mana warga saling membangunkan untuk sahur dengan membawa makanan ke rumah tetangga. Ini bukan hanya tentang berbagi makanan, tetapi juga tentang menjaga rasa kebersamaan.

Saya merasa Ramadan menjadi lebih bermakna ketika kita tidak hanya fokus pada ibadah pribadi, tetapi juga berusaha membangun hubungan baik dengan sesama.

Kesimpulan

Berbagi berkah di bulan Ramadan bukan hanya tentang memberi materi, tetapi juga tentang menghadirkan kebersamaan, kepedulian, dan kasih sayang. 

Filosofi hidup Suku Sasak mengajarkan bahwa keberkahan datang dari berbagi dengan tulus, saling membantu tanpa pamrih, dan menjaga silaturahmi. 

Ramadan bukan hanya bulan untuk menahan diri, tetapi juga waktu untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang membuat hidup lebih bermakna.

*Teluk Dalem, Lombok Utara, Senin 17 Maret 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

19 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG

Kisah Inspiratif Orang-Orang di Sekitarmu

blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 17 
20 Mar 2025

MYSTERY TOPIC

Mystery Topic 4

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 18
21 Mar 2025

Mudik Hijau untuk Kurangi Jejak Karbon

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 19
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun