Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com
Ramadhan Refleksikan Reformasi Birokrasi
Perspektif sufistik mendefinisikan bahwa puasa merupakan salah satu alternatif riyadhah atau latihan rohani untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu. Dalam kalangan sufistik makna ramadhan berpijak pada imsak 'an (menahan diri) dan imsak bi (berpegang teguh pada ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW).
Dalam paradigma tasawuf, hakekat puasa merupakan usaha menahan diri dari segala godaan syahwat dengan selalu berpegang pada ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal tersebut merupakan relasi antara makna puasa dengan tujuan puasa sebagaimana disebut dalam penggalan akhir Q.S. al-Baqarah [2]: 183, yakni la'allakum tattaqun, agar para shaimun (orang-orang yang berpuasa) dapat menggapai derajat takwa.
Makna takwa adalah hati-hati meniti tiap jejak langkah kehidupan dengan selalu berpegang teguh pada ajaran Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya. Para muslim yang bertaqwa mereka akan selalu menjalani hidup dalam koridor perintah Allah yang terbingkai dalam Al-Qur'an dan petunjuk-petunjuk Rasulullah dalam hadits-hadistnya.
Dengan memaknai puasa secara tepat akan melahirkan nilai-nilai puasa yang berkorelasi dengan hidup dan peri kehidupan manusia di dunia ini. Nilai-nilai puasa tersebut adalah bagaimana puasa dapat: (1) melatih kesabaran dan menahan amarah; (2) melatih untuk berempati kepada sesama; (3) puasa mengajarkan arti bersyukur; (4) menghindarkan diri dari sifat rakus; (5) melatih kedisiplinan dan tanggung jawab; (6) melatih dan menjaga kesehatan tubuh; (7) mengajarkan untuk saling menghormati dan tepo seliro; (8) mengajarkan untuk lebih banyak berbagi kepada sesama.
Dalam sebuah negara atau wilayah tentu ada sebuah sistem yang dibuat untuk mengoptimalkan manajemen sebuah wilayah dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah ruang-ruang konsep untuk mewujudkan semua itu. Birokrasi yang tidak sehat tentu perlu sebuah reformasi agar birokrasi tetap direlnya dan berdampak maksimal untuk kepentingan masyarakat.
Nilai-nilai ramadhan memiliki korelasi dengan reformasi birokrasi yaitu pada aspek akuntabilitas kinerja. Dimana reformasi birokrasi merupakan penataan birokrasi, perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja, penataan tata laksana (business process), penataan peraturan dan kebijakan, penataan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM), penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Reformasi birokrasi dikatakan berhasil jika birokrasi berdampak pada kepuasan masyarakat atau pengguna layanan, peningkatan profesionalisme sumber daya manusia (SDM), dan pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebuah lembaga.
Nilai-nilai puasa dapat dijadikan nilai-nilai untuk meningkatkan aspek akuntabilitas birokrasi. Dimana akuntabilitas merupakan kewajiban dari individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan. Akuntabilitas birokrasi pada titik tersebut berkorelasi dengan nilai puasa, yakni puasa dapat melatih kedisiplinan dan tanggung jawab.
Pertama, Puasa dapat melatih kedisiplinan dan tanggung jawab, dalam sebuah Hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. Bersabda, bahwa Allah swt. Berfirman, "Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Sebab ia hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran kepadanya secara langsung" (H.R. Bukhari dan Muslim).
Menurut penjelasan para ulama, puasa merupakan amalan batin yang hakikatnya tidak diketahui kecuali oleh Allah swt. Dan orang yang berpuasa. Puasa adalah ibadah yang bertumpu pada niat dalam hati. Hal ini berbeda dengan ibadah lainnya yang bisa dilihat dan tampak oleh mata.